JAKARTA - Komisi III DPR RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan mengundang Kapolda Nusa Tenggara Timur (NTT), Irjen Pol Daniel Tahi Silitonga dan Kapolda Sulawesi Tengah, Irjen Pol Agus Nugroho hari ini.
Rapat yang dipimpin Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman itu membahas sejumlah isu. Salah satunya terkait pemecatan anggota Polresta Kupang Kota, Ipda Rudy Soik.
"Selain kasus meninggalnya tahanan Polresta Palu, kami juga merespons kasus dugaan pelanggaran disiplin ataupun pelanggaran etik yang dilakukan oleh oknum polisi di jajaran Polda NTT, kasus ini berimbas pada pemberhentian dengan tidak hormat oknum polisi tersebut," ujar Habiburokhman dalam rapat di ruang rapat Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 28 Oktober.
Habiburokhman mengatakan, Komisi III DPR ingin mendengar kronologi peristiwa yang sebenarnya hingga terjadi pemecatan terhadap Ipda Rudy.
"Komisi III DPR RI ini ingin mendengarkan penjelasan dari pihak jaringan nasional anti TPO yang dipimpin oleh ibu Rahayu Saraswati terlebih dahulu, kemudian penjelasan dari Kapolda NTT mengenai penjatuhan hukuman PTDH terhadap oknum polisi saudara Ipda RS," katanya.
"Kemudian penjelasan Kapolda Sulteng terkait dengan tindak lanjut hasil penyelidikan atas meninggalnya almarhum Bayu Adityawan yang notabene adalah tahanan Polresta Palu," lanjut Habiburokhman.
Diberitakan sebelumnya, anggota Polresta Kupang Kota, Ipda Rudy Soik, diberhentikan dengan tidak hormat dari Dinas Kepolisian. PDTH ini tertuang dalam Putusan Sidang Komisi Kode Etik Polri Nomor: PUT/38/X/2024, Tanggal 11 Oktober 2024, yang dikeluarkan oleh Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT).
PDTH terhadap Rudy Soik patut dipertanyakan karena hal ini berawal dari upaya Rudy Soik sebagai anggota Kepolisian dari Polresta Kupang Kota mengungkap kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Kota Kupang, yang dalam hal ini diduga melibatkan oknum anggota Polresta Kupang Kota dan oknum Polda NTT.
Atas terjadinya penimbunan minyak jenis solar di Kota Kupang maka Rudy Soik memerintahkan anggotanya dari Polresta Kupang Kota untuk memasang garis polisi atau police line di tempat penimbunan minyak jenis solar (BBM Ilegal) tersebut.
Namun, Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) memastikan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau pemecatan terhadap Ipda Rudy Soik tidak ada keterkaitan dengan persoalan mafia bahan bakar minyak (BBM) yang ada di Kota Kupang.
“Rekan-rekan media kami ingin sampaikan bahwa PTDH terhadap Ipda Rudy Soik terkait dengan tujuh laporan polisi yang masuk ke Bidang Propam Polda NTT dalam kurun waktu dua bulan terakhir yang diproses oleh Bidang Propam Polda NTT,” kata Kabid Humas Polda NTT Kombes Ariasandy di Kupang dilansir ANTARA, Senin, 14 Oktober.
Ada tujuh laporan terhadap Ipda Rudy Soik yang diawali dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Paminal Polda NTT terhadap Ipda Rudy Soik bersama tiga anggota Polri lainnya yakni AKP Yohanes Suhardi (YS), Ipda Lusiana Lado (LL) dan Brigpol Jean E. Reke (JER) yang berstatus istri orang pada 25 Juni 2024 di tempat hiburan di saat jam dinas berlangsung bersama orang.
BACA JUGA:
Dari OTT tersebut anggota Paminal Polda NTT membuat Laporan Polisi dengan nomor LP-A/49/VI/HUK.12.10./2024/Yanduan tanggal 27 Juni 2024. Berdasarkan laporan tersebut dilakukan serangkaian proses penyelidikan dan penyidikan.
"Atas pelanggaran tersebut, Ipda Rudy Soik mendapat sanksi Penempatan pada tempat khusus selama 14 (empat belas) hari dan mutasi bersifat demosi selama tiga tahun keluar wilayah Polda NTT. Putusan ini berdasarkan Putusan Sidang Kode Etik Profesi Polri Nomor: PUT/34/VIII/2024 tanggal 28 Agustus 2024. Sanksi Demosi selama 3 (tiga) tahun tersebut diputuskan, karena sebelumnya yang bersangkutan Ipda Rudy Soik pernah melakukan pelanggaran dan menjalani empat kali sidang disiplin dan kode etik pada tahun 2015 dan 2017," jelasnya.