Bagikan:

JAKARTA - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan korupsi yang lebih besar dengan metode membangun kasus atau case building. Lembaga itu disebut harus mencontoh Kejaksaan Agung (Kejagung) yang lebih progresif.

"OTT itu hanya menciptakan alat bukti, yaitu dengan mengincar orang menyuap. Jadi kalau enggak jadi menyuap, ya, enggak jadi dan KPK kan beberapa kali gagal OTT. Saya tahu persis, karena orangnya tidak jadi memberi atau kehilangan jejak," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Sabtu, 26 Oktober.

"Jadi (OTT, red) ini istilahnya berburu di kebun binatang. Pasti dapatnya karena mengincar orang dengan menyadap dan hasilnya kecil-kecil," sambungnya.

Boyamin bilang KPK tak boleh berpuas diri dengan hanya melakukan tangkap tangan. Sementara di sisi lain, Kejaksaan Agung justru menangani sejumlah kasus korupsi dengan kerugian negara mencapai ratusan triliun.

"Kejagung dengan metode membangun kassus kan bisa membongkar korupsi Jiwasraya sampai Rp20 triliun, Asabri sampai Rp18 triliun, minyak goreng langka dan mahal sampai Rp5 triliunan, kemudian kebun sawit sampai level triliunan, terakhir timah itu sampai Rp300-an sekian triliun tapi yang terutama Rp27 triliun," jelasnya.

"Artinya, KPK harusnya malu lah melihat Kejagung seperti itu. Padahal harusnya KPK itu melakukan supervisi terhadap Kejaksaan Agung tapi Kejaksaan Agung lebih hebat. Jadi ini yang menurut saya, posisinya KPK memang harus begitu (melakukan case building, red)," tegas Boyamin.

Diberitakan sebelumnya, KPK menegaskan kasus yang menimbulkan kerugian negara menjadi fokusnya saat ini. Tujuannya, agar penyelamatan aset dari praktik korupsi bisa lebih maksimal ke depan.

“KPK saat ini fokus penanganan perkaranya itu sudah, bukan bergeser, ya, tapi kita berfokus ke case building yang berfokus pada kerugian negara yang besar,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika kepada wartawan dalam tayangan ‘Tanya Jubir’ di akun Instagram KPK, Jumat, 25 Oktober.

Tessa tak menampik KPK terkenal dengan operasi tangkap tangan (OTT) yang berhasil menjerat banyak pelaku korupsi. Hanya saja, lembaganya sekarang ingin lebih banyak menyelamatkan keuangan negara.

“Tangkap tangan itu cenderung mudah ya, ada informasi, ada pemberi ada penerima ada barang bukti langsung ditangkap selesai. Nah, tetapi dalam jangka panjangnya tentunya, kita menginginkan adanya penyelamatan aset yang lebih besar,” tegas juru bicara berlatar belakang penyidik tersebut.

“Proses pengadaan yang sifatnya atau yang jumlahnya tentunya sampai triliunan, dan ini tidak bisa atau penanganannya bukan lagi tangkap tangan,” sambung Tessa.