JAKARTA - Sekitar 2.000 tentara Korea Utara bergerak ke Rusia barat dekat perbatasan Ukraina setelah menyelesaikan pelatihan, kata sumber militer Ukraina kepada Kyodo News pada Hari Kamis, menandai pergerakan pertama pasukan yang dikonfirmasi yang dikirim oleh Pyongyang.
Perwira militer Korea Utara memasuki wilayah Kursk barat Rusia awal bulan ini sebagai tim pendahulu untuk mempersiapkan kedatangan tentara di daerah tempat Ukraina melakukan serangan lintas batas.
Menurut sumber tersebut, tim pendahulu terdiri dari sekitar 10 perwira. Di Kursk, tim tersebut diyakini mengamankan pangkalan untuk menerima pasukan Korea Utara, menyiapkan jaringan komunikasi dan memeriksa keamanan daerah sekitarnya, melansir Kyodo News 24 Oktober.
Otoritas Ukraina mengidentifikasi pergerakan tentara Korea Utara melalui data satelit, komunikasi yang disadap dan intelijen dari dalam militer Rusia.
Pekan lalu, intelijen Korea Selatan melaporkan Korea Utara mengirimkan sekitar 1.500 tentaranya ke wilayah timur jauh Rusia, dari total sekitar 10.000 tentara yang diperkirakan akan dikerahkan hingga Desember mendatang.
Pada Hari Rabu, jumlah itu bertambah dengan jumlah tentara Korea Utara yang dikirim telah mencapai 3.000 personel menurut intelijen Korea Selatan, dikutip dari The Korea Times.
"Setelah gelombang pertama tiba di Rusia dari 8-13 Oktober, 1.500 tentara tambahan telah dikirim ke sana," kata anggota parlemen Park Sun-won dari oposisi utama Partai Demokrat kepada wartawan, mengutip laporan oleh Direktur NIS Cho Tae-yong.
Pasukan tersebut belum dikerahkan ke medan perang. Sebaliknya, mereka ditempatkan di fasilitas militer di Rusia dan menyesuaikan diri dengan keadaan baru mereka.
Para prajurit menjalani pelatihan khusus tentang cara menggunakan peralatan militer dan menerbangkan kendaraan udara tak berawak, di antara hal-hal lainnya.
Seorang prajurit Korea Utara menerima sekitar 2.000 dolar AS per bulan untuk tugas di Rusia, menurut badan tersebut.
Jumlah total pasukan yang bergabung dengan Rusia diperkirakan akan mencapai 10.000, termasuk 3.000 yang telah dikerahkan, tambahnya.
Terpisah, Gedung Putih mengonfirmasi keberadaan sekitar 3.000 tentara Korea Utara di Rusia, memperingatkan mereka akan menjadi sasaran yang sah jika dikerahkan ke medan perang Ukraina, setelah sebelumnya Menteri Pertahanan Lloyd Austin mengatakan kepada wartawan di Roma, Italia, Negeri Paman Sam melihat bukti Pyongyang telah mengirim tentara ke Rusia.
"Kami menilai bahwa para prajurit ini melakukan perjalanan dengan kapal dari wilayah Wonsan di Korea Utara ke Vladivostok, Rusia. Para prajurit ini kemudian melanjutkan perjalanan ke sejumlah lokasi pelatihan militer Rusia di Rusia timur tempat mereka saat ini menjalani pelatihan," kata Kirby dalam jumpa pers, mengacu pada kota pesisir timur Korea Utara dan kota Timur Jauh Rusia.
"Kami belum tahu apakah para prajurit ini akan ikut bertempur bersama militer Rusia, tetapi ini tentu saja merupakan kemungkinan yang sangat mengkhawatirkan. Setelah menyelesaikan pelatihan, para prajurit ini dapat melakukan perjalanan ke Rusia barat dan kemudian terlibat dalam pertempuran melawan militer Ukraina," tambahnya.
Kirby memperingatkan potensi korban Korea Utara yang dapat terjadi jika pasukan terlibat dalam pertempuran.
"Jika mereka benar-benar dikerahkan untuk melawan Ukraina, mereka adalah target yang sah dan militer Ukraina akan membela diri terhadap tentara Korea Utara dengan cara yang sama seperti mereka membela diri terhadap tentara Rusia," jelas Kirby.
"Jadi kemungkinan ada tentara Korea Utara yang tewas dan terluka karena berperang melawan Ukraina benar-benar nyata jika mereka dikerahkan," tandasnya.
Sementara itu, Presiden Belarusia Alexander Lukashenko menepis kabar adanya tentara Korea Utara di Rusia, mengatakan dengan mempertimbangkan karakter sekutunya Presiden Vladimir Putin, Ia percaya Moskow tidak akan melibatkan tentara negara lain dalam operasi khusus di Ukraina, dikutip dari Reuters.
BACA JUGA:
Presiden Lukashenko menepis anggapan Korea Utara telah mengirim pasukan untuk dikerahkan bersama pasukan Rusia dalam perang yang telah berlangsung lebih dari dua setengah tahun di Ukraina.
"Omong kosong," kata Presiden Lukashenko kepada BBC di sela-sela pertemuan puncak kelompok negara-negara BRICS.
"Mengetahui karakternya, Putin tidak akan pernah mencoba membujuk negara lain untuk melibatkan tentaranya dalam operasi khusus Rusia di Ukraina," lanjutnya.
Mengerahkan pasukan asing, katanya, "akan menjadi langkah menuju eskalasi konflik jika angkatan bersenjata negara mana pun, bahkan Belarus, berada di garis kontak."