Bagikan:

JAKARTA - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) menggelar diskusi mendalam dengan guru besar dari Universitas Heilongjiang di Harbin, Provinsi Heilongjiang, Tiongkok, pada 15 Oktober 2024. Topik utama yang dibahas adalah tantangan jurnalisme di era digital dan disrupsi teknologi.

Dalam diskusi ini, Bendahara PWI Pusat, Mohammad Nasir, menekankan pentingnya memperhatikan dunia akademis yang menjadi sumber utama tenaga kerja media. “Kita perlu melihat langsung ke dalam kampus jurnalisme, bukan hanya memantau problem yang dihadapi media,” ujar Nasir dalam keterangan di Jakarta, Selasa, 22 Oktober, sepulang lawatan dari Tiongkok. Kunjungan ini merupakan bagian dari rangkaian lawatan PWI dan JMSI ke Tiongkok pada 14-20 Oktober 2024.

Pentingnya Aktivitas Dosen di Media Sosial

Salah satu poin penting dalam diskusi yang berlangsung di Ruang 742 Gedung Huiwen, Universitas Heilongjiang, adalah kewajiban para dosen untuk aktif di media sosial. Prof. Jiang Dafeng, Direktur Departemen Komunikasi Universitas Heilongjiang, mengungkapkan bahwa para pengajar jurnalistik di kampus diwajibkan untuk memiliki akun media sosial dan aktif memperbarui konten setidaknya tiga kali seminggu. “Ini dilakukan untuk memastikan mereka tetap mengikuti perkembangan media baru,” ujar Jiang.

Jiang juga menegaskan pentingnya relevansi kurikulum dengan kebutuhan industri media saat ini. “Jika kampus tidak menyesuaikan kurikulum dengan tuntutan media baru, lulusannya tidak akan terserap di dunia kerja,” tambahnya.

Prof. Zhao Hongyan, pengajar jurnalisme, memaparkan bahwa media tradisional di Tiongkok, seperti media cetak, telah mengalami penurunan signifikan dalam satu dekade terakhir. Media baru, termasuk platform digital dan kecerdasan buatan (AI), kini mendominasi konsumsi informasi masyarakat. Meski begitu, prinsip dasar jurnalisme, seperti Lima W dan satu H, tetap harus dijunjung tinggi, kata Jiang. “Media harus tetap berpegang pada fakta dan menyampaikan kebenaran,” tegasnya.

Tantangan Konvergensi Media

Dalam kunjungan terpisah ke Harian Heilongjiang, Zhang Chunjiao, Direktur Harian Heilongjiang Group, menekankan bahwa media cetak kini harus beradaptasi dengan media baru. “Kami menggabungkan media cetak dengan siber, radio, televisi, dan media sosial untuk bertahan,” ujar Zhang.

Wang Zhongbao, Wakil Pemimpin Redaksi Media Baru di Harian Heilongjiang, menambahkan bahwa para wartawan kini dituntut untuk memiliki kemampuan multi-tasking, mulai dari menulis, mengambil gambar, hingga membuat video. “Pelatihan multi-skill menjadi kunci bagi wartawan kami,” katanya.

Farmers’ Daily, media berbasis komunitas petani di Beijing, juga menghadapi tantangan serupa. Dengan target pasar lebih dari 500 juta petani di Tiongkok, media ini telah beralih ke platform digital. Wang Yimin, Pemimpin Redaksi Farmers’ Daily, menyebutkan bahwa meskipun media ini masih mencetak sekitar 500 ribu eksemplar per hari, mayoritas pembacanya kini mengakses berita melalui internet.

Kerja Sama Indonesia-Tiongkok

Prof. Jiang Dafeng menyambut baik tawaran kerja sama dengan Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) PWI Pusat. “Kami sudah bekerja sama dengan beberapa negara seperti Inggris dan Rusia. Kerja sama dengan Indonesia bisa menjadi langkah positif,” ujar Jiang.

Lawatan PWI dan JMSI ke Tiongkok diikuti oleh Bendahara Umum PWI Pusat, Mohammad Nasir, Ketua Bidang Manajemen Aset yang juga Ketua LKBPH PWI, HM Untung Kurniadi, Ketua PWI Kalimantan Selatan, Zainal Helmie Masdar dari PWI Pusat, serta Dr. Teguh Santosa, Wayan Sudane, dan Yophiandi Kurniawan dari JMSI. Beberapa pengurus All China Journalists Association (ACJA) turut mendampingi delegasi Indonesia selama kunjungan ini.

Sekretaris Eksekutif ACJA, Tian Yuhong, juga mengucapkan terima kasih atas kunjungan tersebut dan berharap bisa segera melakukan kunjungan balasan ke Indonesia. "Salam untuk Ketua Umum PWI Pusat, Hendry Ch. Bangun," ucap Tian.