Bagikan:

PALEMBANG - Mantan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin tidak memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Tinggi. Alex Noerdin dipanggil sebagai saksi dalam pengusutan kasus dugaan korupsi dana pembangunan Masjid Raya Sriwijaya yang mangkrak sekitar empat tahun itu.

"Hari ini kami memanggil sejumlah saksi termasuk mantan gubernur Sumsel, namun AN tidak memenuhi panggilan tahap pertama itu dengan alasan memiliki pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan," kata Kasi Penkum Kejati Sumsel, Khaidirman di Palembang, dikutip Antara, Senin, 5 April.

Karena Alex Noerdin tak memenuhi panggilan pertama, Kejati Sumsel segera mengajukan panggilan kedua agar pengusutan kasus dugaan korupsi pembangunan masjid untuk menyambut Asian Games 2018 di Palembang itu berjalan dengan baik.

Alasan saksi tidak hadir bisa diterima, diharapkan dalam panggilan kedua AN dapat memenuhi panggilan penyidik sesuai dengan jadwal yang ditetapkan, katanya.

Sementara sejumlah saksi lainnya yang dijadwalkan pemeriksaannya hari ini oleh jaksa penyidik bisa memenuhi panggilan.

Saksi yang memenuhi panggilan jaksa penyidik Kejaksaan Tinggi Sumsel seperti Kepala Dinas Pariwisata Kota Palembang, Isnaini Madani, panitia pembangunan Masjid Raya Sriwijaya (Divisi Hukum Lahan)Burkiah, dan panitia lelang pembangunan masjid Toni Aguswara.

Keterangan para saksi yang menjalani pemeriksaan beberapa jam itu akan dijadikan bukti pendukung melengkapi berkas penyidikan beberapa tersangka dan mengungkap kemungkinan tersangka baru.

Penyidik Kejati Sumsel, Selasa, 30 Maret, menahan empat tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Masjid Raya Sriwijaya di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Pakjo dan Lapas perempuan Kota Palembang.

Empat tersangka itu yakni mantan Ketua Panitia Pembangunan Masjid Sriwijaya Edi Hermanto, KSO PT Brantas Abipraya-PT Yodyakarya Dwi Kriyana, Ketua Divisi Pelaksanaan Lelang Syarifudin dan KSO PT Brantas Adipraya-PT Yodyakarya Yudi Arminto.

Keempat tersangka dijerat dengan Pasal 2 atau 3 Undang Undang No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto UU Nomor 20 Tahun 2021 dengan ancaman minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun penjara, ujar kasipenkum.