Bagikan:

JAKARTA - Calon Gubernur nomor urut 3, Pramono Anung menyambangi kediaman anak mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, Boy Bernadi Sadikin untuk bersilaturahmi di sela kegiatan kampanyenya.

Dalam pertemuan tersebut, tampak politikus Partai NasDem, Bestari Barus yang turut hadir. Sementara, saat ini NasDem sudah merapat ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus untuk mengusung Ridwan Kamil-Suswono di Pilgub Jakarta.

Bestari mengaku dirinya memang diminta hadir oleh Boy Sadikin pada waktu yang sama dengan pertemuannya dengan Pramono.

"Kebetulan hari ini saya terjadwal ketemu dengan Pak Boy, selaku sesepuh Jakarta. Banyak bicara tentang hal-hal yang, tentang pembangunan Ibu Kota ke depan. Apalagi ini sekarang kan, sedang dekat dengan pemilu-pemilihan gubernur, banyak yang kita bicara-bicara lah, kebetulan ada Mas Pram," ucap Bestari di kediaman Boy Sadikin, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 9 Oktober.

Saat ditanya apakah ada maksud tertentu dalam pertemuannya dengan Pramono di kediaman Boy, Bestari tak menjawab tegas.

"Manusia punya rencana, Allah yang menentukan," lanjut Bestari.

Sementara itu, Pramono mengaku kehadirannya di kediaman Boy merupakan rangkaian dari kunjungan silaturahmi kepada mantan-mantan Gubernur DKI Jakarta. Pramono mengaku mengenal keluarga Ali Sadikin sejak lama.

"Jadi saya ke rumah Bang Ali ini sudah berkali-kali, dari dulu bahkan kalau Bu Mega ke sini saya yang ngantarin. Jadi hubungan saya pribadi dengan Ibu Mega, dengan keluarga Bang Ali ini cukup sangat dekat dan saya juga dengan Mas Boy selama ini hubungan sangat baik," tutur Pramono.

Selama menjabat Gubernur DKI Jakarta tahun 1966 hingga 1977, Ali dianggap Pramono meninggalkan banyak warisan yang cukup berpengaruh dalam pembangunan Jakarta.

"Bang Ali terkenal dengan keberaniannya untuk memutuskan. Salah satu gubernur yang memutuskan Jakarta menjadi berubah seperti sekarang ini orang mencatat adalah Bang Ali," jelasnya.

Ali, di mata Pramono, bukan hanya dikenal sebagai mantan Gubernur yang berhasil membawa Jakarta menjadi kota metropolitan, melainkan tetap menjafa kebudayan Betawi menjadi simbol utama Kota Jakarta.

"Maka apa yang dulu dirintis dan ditinggalkan oleh Bang Ali tentunya harus dilanjutkan dan diperbaiki dengan konteks sebagai Jakarta sebagai kota kosmopolitan, kota global tadi. Maka pendekatannya harus lebih enak dilihat bagi warga asing pun bisa menikmati kebudayaan Betawi," tambahnya.