JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghargai upaya hukum yang bakal dilakukan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) yang akan mengajukan praperadilan. Pengajuan ini dilakukannya setelah diterbitkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus korupsi terkait Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"KPK hargai upaya yang akan dilakukan oleh sejumlah pihak di antaranya MAKI karena memang ketentuan hukumnya mengatur demikian," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri yang dikutip Sabtu, 3 April.
Meski begitu, dirinya menegaskan, terbitnya SP3 sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku atau UU KPK Nomor 19 Tahun 2019. Selain itu, keputusan ini didasari pada putusan akhir Mahkamah Agung (MA) dalam perkara eks Ketua BPPN Syafruddin Arsyad Tumenggung yang menyatakan bahwa kasus ini bukan tindak pidana melainkan perdata.
"KPK telah berupaya maksimal sampai kemudian saat itu juga diajukan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK) dan ditolak oleh MA," tegasnya.
Sehingga, syarat unsur adanya perbuatan penyelenggara negara tidak terpenuhi. "Sedangkan SN (Sjamsul Nursalim) dan ISN (Itjih Nursalim) sebagai orang yang turut serta melakukan perbuatan bersama-sama dengan SAT selaku penyelenggara negara maka demi kepastian hukum KPK menghentikan penyidikan perkara dimaksud," ungkapnya.
BACA JUGA:
Adapun dalam kasus ini, Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim ditetapkan sebagai tersangka karena diduga memperkaya diri di kasus BLBI yang merugikan negara hingga Rp4,58 triliun. Sjamsul adalah pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).
Diberitakan sebelumnya, MAKI akan mengajukan gugatan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini dilakukan setelah komisi antirasuah mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3) kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"MAKI akan gugat praperadilan melawan KPK untuk membatalkan SP3 perkara dugaan korupsi BLBI tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 2 April.
Gugatan ini rencananya bakal diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada akhir April mendatang. Boyamin menjelaskan, ada tiga alasan MAKI mengajukan gugatan praperadilan terkait kasus ini.
Pertama, kata dia, alasan KPK menerbitkan SP3 karena tak ada lagi penyelenggara negara setelah eks Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Tumenggung dinyatakan bebas oleh Mahkamah Agung (MA) tidaklah benar. Menurut Boyamin, berdasarkan surat dakwaan, Syafruddin didakwa bersama-sama dengan mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro Jakti.
Berikutnya, Boyamin menilai, putusan bebas Syafruddin tak bisa jadi dasar dikeluarkannya SP3. Sebab, Indonesia menganut sistem hukum pidan kontinenta warisan Belanda yang tidak memberlakukan sistem yurisprudensi. "Artinya, putusan atas seseorang tidak serta merta berlaku bagi orang lain," ungkapnya.
Terakhir, MAKI juga pernah mememenangkan praperadilan SP3 melawan Jaksa Agung dalam perkara ini. Di mana dalam putusan tersebut berbunyi pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana korupsi.
"Pertimbangan hakim praperadilan inilah yang akan dijadikan dasar praperadilan yang diajukan MAKI," katanya.
Lebih lanjut, MAKI juga merasa keadilan masyarakat tercederai dengan adanya SP3 terhadap pasangan suami istri, Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim. Sebab, keduanya selama ini menjadi salah satu buronan KPK dan diketahui berada di Singapura.