JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menghentikan penyidikan terhadap kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Selanjutnya, komisi antirasuah membuka peluang untuk menghentikan penyidikan terhadap kasus lama lainnya.
Melalui konferensi pers, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan kasus korupsi SKL BLBI yang melibatkan tiga orang yaitu Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim serta Syafruddin Arsyad Tumenggung. Ini merupakan kali pertama, KPK menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntan (SP3) dalam pengusutan sebuah kasus korupsi.
"Kami mengumumkan penghentian penyidikan terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka SN (Sjamsul Nursalim) selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional (BDNI) dan ISN (Itjih Sjamsul Nursalim), bersama dengan SAT (Syafruddin Arsyad Tumenggung) selaku ketua BPPN," kata Alex seperti dikutip dari akun YouTube KPK RI, Kamis, 1 April.
Dia memaparkan, penghentian penyidikan ini sudah berdasarkan dengan Pasal 40 UU KPK Nomor 19 Tahun 2019. Sebagai penegak hukum, kata Alex, tentu komisi antirasuah harus menaatinya.
Dirinya juga mengatakan, diterbitkannya Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3) ini juga dilakukan sebagai wujud memberikan kepastian hukum sesuai dengan aturan yang berlaku. "Sebagaimana amanat Pasal 5 UU KPK yaitu dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KPK berasaskan pada asas kepastian hukum," tegasnya.
BACA JUGA:
Adapun dalam perkara ini, KPK sudah melakukan penyidikan sejak 2 Oktober 2017. Bahkan, salah satu tersangka yaitu Syafruddin Arsyad Tumenggung yang merupakan mantan Ketua BPPN sempat menjalani pengadilan tingkat pertama. Selanjutnya, sesuai dengan putusan Nomor 39/Pidsus-TPK/2018/PN.JKT.PST, Syafruddin dijatuhi pidana penjara 13 tahun dan denda Rp700 juta.
Namun, dia mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi hingga dan akhirnya masa hukumannya menjadi 15 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar. Tak terima, Syafruddin kemudian mengajukan upaya hukum kasasi kepada Mahkamah Agung.
Kemudian, pada 9 Juli 2019, Mahkamah Agung mengabulkan kasasi yang diajukan Syafruddin yang membatalkan putusan di pengadilan tingkat sebelumnya. Meski telah mengajukan peninjauan kembali namun permohonan itu ditolak.
Selanjutnya, dari putusan yang ada KPK kemudian meminta pendapat dan keterangan ahli hukum pidana dan pada pokoknya, disimpulkan bahwa tidak ada lagi upaya hukum yang dapat dilakukan KPK. Karena itu, berdasarkan Pasal 11 UU KPK Nomor 19 Tahun 2019, KPK kemudian berkesimpulan syarat dalam perkara ini tak terpenuhi.
"KPK berkesimpulan syarat adanya perbuatan Penyelenggara Negara dalam perkara tersebut tidak terpenuhi sedangkan tersangka SN dan ISN berkapasitas sebagai orang yang turut serta melakukan perbuatan bersama-sama dengan SAT selaku penyelenggara negara," ujarnya.
"Maka KPK memutuskan untuk menghentikan penyidikan perkara atas nama tersangka SN dan ISN tersebut,"imbuh Alex.
Pastikan sudah lapor Dewan Pengawas KPK
Masih dalam konferensi pers yang sama, Alex menegaskan penghentian perkara ini tentunya sudah dilaporkan kepada Dewan Pengawas KPK. Hal ini dilakukan sebelum KPK mengumumkan menerbitan SP3 terhadap pasangan suami istri, Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim serta Syafruddin Arsyad Tumenggung.
"Terkait lapor ke dewas pasti kita sudah lapor terkait penerbitan SP3 dan SP3 itu sudah kita terbitkan per tanggal 31 Maret," katanya.
Selanjutnya, setelah pemberitahuan ke publik dilakukan, KPK akan menyerahkan surat penghentian penyidikan tersebut kepada Sjamsul Nursalim dan istrinya, serta Syafruddin.
"Kami akan memberitahukan atau menyampaikan surat penghentian penyidikan tersebut," tegasnya.
Buka peluang hentikan kasus lain
Tak hanya kasus korupsi SKL BLBI, KPK juga membuka kemungkinan untuk menerbitkan SP3 terhadap kasus lainnya. Utamanya terhadap kasus lama yang tersangkanya tak bisa lagi menjalani pemeriksaan dan tak layak diajukan ke persidangan.
"Tentu kita akan melihat kasus demi kasusnya. Ada beberapa kasus lama dan beberaapa tersangkanya itu ada yang sudah tak bisa lagi mengikuti pemeriksaan karena sakit parah atau permanen sehingga tak layak diajukan ke persidangan," tegasnya.
Namun KPK tak akan terburu-buru dalam menghentikan perkara ini. Alex mengatakan, sebelum SP3 diterbitkan, tentu pihaknya lebih dulu meminta second opinion dari dokter yang menyatakan tesangka tak mungkin lagi menjalankan proses hukum.
"Nanti setelah kami mendapatkan second opinion dari dokter yang menyatakan bahwa tersangka tak memungkinkan dilanjutkan proses penyidikannya tentu kami terbitkan SP3-nya," katanya.
"Kami tidak ingin menggantung nasib sesorang dalam ketidakpastian tersebut dan tentu kami review sejauh mana perkembangan penyidikannya," pungkasnya.