Bagikan:

JAKARTA - Pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI di Aceh-Sumatera Utara menuai banyak kritik, salah satunya karena ketidaksiapan infrastruktur. Komisi X DPR RI meminta Pemerintah segera melakukan perbaikan dalam waktu dekat agar tidak mengganggu konsentrasi atlet yang masih bertanding.

"Pemerintah harus segera melakukan perbaikan dalam waktu singkat agar tidak mengganggu konsentrasi atlet di sisa-sisa waktu pertandingan. Sebuah pertanyaan mendasar apakah persiapannya sudah benar kalau begini?” kata Anggota Komisi X DPR RI Andreas Hugo Pareria, Kamis 12 September.

Ketidaksiapan infrastruktur dalam PON XXI terlihat dari unggahan seorang atlet yang viral media sosial. Dalam unggahan itu terlihat para atlet harus melewati jalan becek menuju venue. Menurut Andreas, hal tersebut menjadi bukti ketidaksiapan Pemerintah pada pelaksaan PON ini.

“Padahal anggaran negara yang dikeluarkan tidak sedikit untuk perhelatan PON,” ungkapnya.

Selain soal infrastruktur, atlet juga banyak mengeluhkan persoalan makanan yang disajikan panitia penyelenggara. Mulai dari porsi dan varian menu, hingga makanan yang basi.

Melihat hal tersebut, Andreas miris dan mempertanyakan tanggung jawab dari pelaksana acara, terutama Kemenpora. Padahal PON adalah ajang bergengsi tingkat nasional yang mempertemukan para atlet terbaik Indonesia.

"Kita ini sedang ingin menjaring atlet terbaik bangsa, tapi malah fasilitasnya carut marut. Bagaimana atlet Indonesia bisa mengimbangi negara lain kalau Pemerintahnya sendiri belum benar memperlakukan para atlet," tukas Andreas.

“Kemenpora harus lebih serius dalam meningkatkan pengawasan terhadap penyelenggaraan PON khususnya dalam hal sarana prasarana agar kebutuhan para atlet dan tim official terjamin termasuk dalam hal kesehatan dan keselamatan mereka,” lanjutnya.

Andreas juga menyinggung soal dugaan penyelewengan dana yang dilakukan oleh penanggung jawab acara sehingga menyebabkan terjadinya berbagai permasalahan dalam penyelenggaraan PON. Hal ini juga terkait temuan soal venue atau lokasi pertandingan yang belum selesai pembangunannya.

“Kami harap Satgas PON yang dibuat Pemerintah dengan menggandeng instansi penegak hukum juga dapat memastikan adanya pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan PON yang berantakan,” ucap Andreas.

Anggota Komisi X DPR RI yang berfokus pada pengawasan di bidang olahraga itu pun geram dengan perilaku oknum-oknum yang diduga melakukan penyelewengan. Menurut Andreas, seharusnya pihak penanggung jawab memikirkan kenyamanan atlet bukan malah mengeruk keuntungan pribadi.

"Pemerintah harus melakukan perubahan paradigma dalam cara penyelenggaraan acara nasional. Tidak cukup hanya menargetkan kesuksesan acara di atas kertas, tetapi juga harus ada kesadaran bahwa setiap elemen dalam acara tersebut, dari infrastruktur hingga kenyamanan atlet, adalah bagian dari citra dan reputasi bangsa," paparnya.

Untuk rehabilitasi venue saja, PON XXI 2024 di Aceh-Sumut diketahui menghabiskan anggaran hingga kurang lebih Rp 811 miliar. Namun dengan anggaran yang begitu besar, pembangunan dan renovasi venue dianggap belum sesuai standar.

"Harusnya untuk pelaksanaan acara besar seperti PON, Pemerintah bisa memastikan bahwa segala fasilitas yang disediakan memenuhi standar yang layak, dan siap menghadapi tantangan tanpa alasan-alasan yang tidak memuaskan," ujar Andreas.

“Makanya kita sangat sesalkan, dengan anggaran yang segitu besar tapi ternyata pelaksanaan PON masih amburadul,” tambah Legislator dari Dapil NTT I itu,

Lebih lanjut, Andreas mendorong BPK RI untuk melakukan audit atas dugaan penyelewengan dana PON. Apalagi banyak keluhan dari atlet atas keterlambatan pemberian uang saku. Padahal pencairan uang saku atlet seharusnya sudah dilakukan sebelum berangkat untuk bertanding, sehingga banyak atlet yang terpaksa harus menanggung biaya perjalanan dari dana pribadi.

Keluhan ini datang dari berbagai kontingen daerah dan atlet dari sejumlah cabang olahraga PON XXI Aceh-Sumut. Bahkan, beberapa atlet yang sudah menyelesaikan pertandingan di PON dan kembali ke daerahnya, belum juga menerima uang saku yang dijanjikan.

“Ini kan parah sekali. Uang saku ini penting, dan semestinya Kemenpora memfasilitasi dengan mendorong Pemda-pemda melalui dinas terkait untuk memprioritaskan pemberian uang saku bagi atlet yang berjuang untuk daerahnya,” tukas Andreas.

Pemerintah juga diharapkan segera melakukan evaluasi dari kesalahan yang ada di PON seperti urusan makanan. Persoalan makanan ini merupakan masalah berulang yang menurut Andreas, seharusnya dapat diantisipasi oleh panitia penyelenggara.

"Masalah ini sebenarnya kan selalu berulang di setiap event besar nasional seperti ini, Pemerintah harusnya sejak awal melakukan penyesuaian-penyesuaian belajar dari kesalahan sebelumnya,” sebutnya.

Andreas menekankan, Pemerintah harus bertanggung jawab dari berbagai persoalan di PON. Hal ini mengingat PON merupakan ajang untuk mencetak atlet-atlet unggulan yang nantinya akan bertanding di kancah internasional demi nama baik Indonesia.

“Baru saja atlet kita berprestasi di kompetisi Olimpiade dan dipuja-puji, tapi saat di dalam negeri malah tidak dapat fasilitas dan perlakuan yang layak,” tutup Andreas.