JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa tujuh saksi terkait dugaan korupsi pengadaan mesin x-ray di Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) pada Selasa dan Rabu, 10-11 September. Salah satunya eks Kepala Badan Karantina Bambang yang dicecar soal proses pengadaan.
“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 12 September.
Tessa memerinci tujuh saksi itu adalah PNS berinisial ASH, AJH, KL, S, dan B; General Manager Institusi PT Rajawali Nusindo, C; serta WSND yang merupakan pensiunan Kementan.
Sementara berdasarkan informasi yang didapat mereka adalah Alex Sofyan Hadi selaku PNS; Ali Jamil Harahap yang merupakan Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian; dan JFPPBJ Muda-Biro Umum dan Pengadaan 2014-2024 Karol Lesmana.
Kemudian saksi lainnya adalah Sahronih selaku PNS Badan Karantina Nasional; General Manager Institusi PT Rajawali Nusindo, Christyarsih; Bambang selaku Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian periode 2021-2023 atau Deputi Karantina Tumbuhan Badan Karantina; serta Wawan Setiawan Nazmuddin Dimyati yang merupakan pensiunan Kementerian Pertanian.
“Para saksi didalami terkait pengetahuan, kronologis, dan peran mereka dalam proses pengadaan X-ray di Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan),” ungkap juru bicara berlatar belakang penyidik itu.
Diberitakan sebelumnya, KPK sedang mengusut dugaan korupsi pengadaan x-ray statis, mobile x-ray, dan x-ray trailer atau kontainer di Badan karantina Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan). Total ada enam orang yang sudah dicegah ke luar negeri, yakni WH, IP, MB, SUD, CS dan RF.
BACA JUGA:
Salah satu dari keenam orang itu adalah eks Sekretaris Badan Karantina Kementan Wisnu Haryana. Pencegahan ini diminta ke Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM berdasarkan Surat Keputusan Nomor 1064 Tahun 2024 dan berlaku selama enam bulan.
Dalam kasus ini, komisi antirasuah menyebut kerugian negara disinyalir mencapai Rp82 miliar. Tapi, jumlah ini bisa berubah karena auditor masih menghitung pastinya.