Bagikan:

JAKARTA - Komisi II DPR berbicara pentingnya porsi pejabat maupun staf di lingkungan Pemerintahan dalam kaitan dengan reformasi birokrasi. Hal ini demi menghindari berbagai konflik, menyusul tengah ramainya isu terkait asisten staf khusus (stafsus) presiden belakangan ini.

“Mestinya birokrasi kita itu lean (ramping). Miskin struktur, tapi kaya fungsi, sehingga lebih efisien. Kalau sekarang kan jumlah dan pembagian birokrasinya tambun,” kata Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera, Selasa 10 September.

Mardani menilai reformasi birokrasi yang telah menjadi wacana Pemerintah sejak di awal periode kepemimpinan belum terlaksana dengan baik karena saat ini masih banyak terjadi tumpang tindih tugas dan fungsi sehingga membuat kinerja Pemerintahan tidak berjalan optimal.

"Di era globalisasi dan digital saat ini reformasi birokrasi sudah harus semakin nyata. Mestinya tidak ada lagi pegawai yang minim kinerja tapi tetap ada di struktur organisasi hanya karena kedekatan dengan pihak-pihak tertentu," tegasnya.

Menurut Mardani, dunia birokrasi dewasa ini belum sepenuhnya mengikuti era globalisasi. Reformasi birokrasi disebut hanya menjadi wacana semata karena tidak dapat mengoptimalkan kinerja para pegawai.

"Birokrasi sekarang masih besar, bahkan ada yang memiliki staf banyak namun kinerjanya kurang dan yang bekerja hanya itu-itu saja jadinya. Daripada seperti itu menghabiskan APBN, lebih baik kan anggarannya untuk peningkatan program kerakyatan," jelas Legislator dari Dapil DKI Jakarta I itu.

Salah satu contoh ketidakefektifan porsi dalam birokrasi dan staf Pemerintahan yang tengah menjadi sorotan masyarakat adalah mengenai jabatan asisten stafsus presiden.

Hal ini lantaran ramai di media sosial soal sosok Yasmin Nur yang tampak seolah ‘menjual’ posisinya sebagai asisten stafsus presiden dengan mengancam memenjarakan salah seorang pengguna medsos lewat operasi khusus. Dalam postingannya yang menjawab komentar netizen, Yasmin juga tampak arogan dengan posisi jabatannya itu.

"Kasus seperti ini tidak akan terjadi jika reformasi birokrasi dilakukan, karena tidak akan ada waktu untuk arogansi dan menyombongkan diri. Pejabat dan pegawai yang berkualitas pasti akan sibuk bekerja dengan baik dan memberikan citra positif bagi Pemerintah," terang Mardani.

Komisi II DPR yang membidangi urusan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi itu berharap efisiensi birokrat dan staf atau pegawai di Pemerintahan ke depan semakin lebih baik. Dengan begitu, kata Mardani, tidak lagi ada anggapan bagi-bagi jabatan di lingkungan pemerintahan.

"Maka dari itu perlu ada evaluasi mendalam terkait reformasi birokrasi untuk memastikan bahwa pejabat publik bertindak dengan profesionalisme dan integritas yang tinggi," ungkapnya.

Mardani juga menekankan pentingnya pengusutan rekam jejak yang mendalam untuk setiap calon pejabat maupun staf/pegawai Pemerintahan. Selain agar posisi diisi dengan calon yang mumpuni secara kriteria profesional, penelusuran rekam jejak pun untuk memastikan pegawai atau pejabat publik tidak memiliki cacat etika moral.

"Pelayanan publik yang berkualitas harus didasarkan pada prinsip-prinsip etika yang kuat dan sikap hormat terhadap masyarakat," sebut Mardani.

Lebih lanjut, Mardani melihat kasus Yasmin Nur hanya merupakan satu dari banyaknya kasus oknum pejabat publik yang melakukan aksi arogan.

"Ini soal integritas dari pejabat publik, jangan sampai kepercayaan masyarakat semakin menurun karena arogansi oknum yang bekerja di Pemerintahan,” terangnya.

“Harus ada pemahaman bahwa setiap individu dalam posisi kekuasaan wajib memahami tanggung jawab etika moral dalam menjalankan tugas mereka, termasuk sikap menghormati dan menghargai masyarakat," pungkas Mardani.