JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menyampaikan seluruh hasil penyidikan serta barang bukti terkait kasus suap pengadaan bantuan sosial (bansos) COVID-19 di persidangan.
Hal ini disampaikan Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri untuk merespons pernyataan pakar komunikasi dari Universitas Indonesia, Effendi Gazali. Melalui sebuah surat, Effendi meminta KPK buka-bukaan soal vendor besar yang menggarap bansos COVID-19.
“Pada waktunya nanti, pada proses persidangan silakan ikuti. Karena itu terbuka untuk umum, termasuk soal hasil penyelidikan akan kami buka seluruhnya beserta alat bukti yang kami miliki,” kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Senin, 29 Maret.
Dia juga menegaskan, tak semua informasi soal proses penegakan hukum bisa diinformasikan ke publik. Hal ini juga sudah sesuai dengan Pasal 17 Tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Untuk itu, apa yang disampaikan dalam suratnya tersebut merupakan informasi penyidikan yang sedang berjalan. Sehingga, bagian dari strategi penyidikan yang kami saat ini tak bisa sampaikan kepada publik,” tegasnya.
“Dan kami yakin yang bersangkutan mengetahui hal ini,” imbuh Ali.
Ali juga menyinggung perihal pemanggilan saksi. Menurut Ali, seseorang yang dipanggil dan diperiksa sebagai saksi adalah orang yang diduga mengetahui rangkaian peristiwa korupsi yang tengah diusut KPK.
“Tentu, pemanggilan seseorang sebagai saksi karena ada kebutuhan penyidik,” ujarnya.
Melalui sebuah surat, Effendi Gazali mendesak agar KPK membuka nama vendor besar penerima jatah pengadaan bansos COVID-19. Hal ini disampaikannya setelah dia diperiksa sebagai saksi beberapa waktu yang lalu.
“Saya sebagai warga negara mengajukan permohonan berdasarkan UU Keterbukaan Informasi Publik. Informasi yang saya minta adalah nama vendor dan kuotanya masing-masing pada tiap tahap pengadaan bansos Kemensos di Jabodetabek Tahun 2020 yaitu bansos reguler tahap 1 sampai tahap 12,” katanya seperti dikutip dari surat tertanggal Senin, 29 Maret tersebut.
BACA JUGA:
Dia merasa perlu mendesak KPK karena pernah diperiksa sebagai saksi berkaitan dengan dugaan pemberian rekomendasi UMKM untuk bansos COVID-19 itu. Apalagi, selama ini hanya ada informasi bila jumlah paket bansos di Jabodetabek adalah 22.800.000 paket dengan sekitar 107 vendor.
“Legal standing saya adalah karena dipanggil sebagai saksi yang didalami atau dianggap merekomendasi sebuah UMKM setelah pemilknya mengadu tersisih oleh dewa-dewa pada Seminar Bansos (yang digelar, red) pada 23 Juli,” tegasnya.
“Supaya klir juga UMKM tersebut setelah 23 Juli diberi kuota berapa sesungguhnya, apa betul 20 ribu dari total 22.800.000 paket bansos,” imbuh akademisi ini.
Effendi juga menegaskan, permohonan pembukaan informasi publik ini penting agar tidak terjadi hoaks dan pembunuhan karakter di antara warga negara. “Yang kemudian menjadi keliru ketika di muat di media,” ujarnya.
“Saya berharap agar data informasi publik ini dapat dibagikan serta seluruh vendor yang dianggap pemberi rekomendasi dipanggil ke KPK demi keadilan,” tutup Effendi.