Keresahan Pramugari Maskapai Penerbangan Tanah Air di Tengah Wabah COVID-19
Salah satu pesawat sedang melintas di langit Indonesia (Syamsul Maarif/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Wabah virus corona atau COVID-19 sudah menyebar hampir ke seluruh negara di dunia. Persebarannya yang begitu cepat membuat kekhawatiran bagi seluruh lapisan masyarakat.

Beberapa negara bahkan sudah dan sempat melakukan lockdown, atau menutup akses ke luar dan masuk ke negara tersebut. Ada juga negara yang hanya memberikan imbauan kepada masyarakatnya agar melakukan work for home (WFH) atau bekerja dari rumah, dan social distancing atau pembatasan jarak interaksi demi memutus rantai persebaran virus yang sudah merenggut ribuan nyawa tersebut.

Namun, ada sebagian profesi yang pekerjaannya tak bisa dikerjakan di rumah, terutama para pekerja di sektor transportasi yang mengharuskan selalu berada di armadanya. Dalam hal ini, salah satu profesi yang harus selalu siap melayani masyarakat adalah awak kabin di pesawat yang terdiri dari pramugari atau pramugara.

Ilustrasi social distancing. (Ilham Amin/VOI)

Tak ayal, kekhawatiran pun timbul dari pramugari, yang harus bepergian ke luar negeri di tengah wabah yang telah memapar ribuan orang di dunia ini. Seperti yang dialami Kania (bukan naman sebenarnya) yang merupakan salah satu pramugari maskapai di Tanah Air.

Ia mengaku amat khawatir dengan keadaan saat ini, terlebih dirinya masih bertugas terbang ke luar negeri seperti Jepang, dan ke dalam negeri (Bali) yang juga wilayah dengan risiko besar terpapar COVID-19.

"Kalau ada pilihan, saya lebih baik stay at home, tidak dibayar juga tidak apa-apa yang penting saya dan crew kabin tak khawatir seperti ini," ujar Kania kepada VOI, Sabtu 28 Maret.

Kekhawatiran Kania bukan tanpa alasan. Ia menjabarkan, ada beberapa hal yang membuat dirinya cemas akan ikut terpapar COVID-19.

Pertama, adalah terkait maskapai penerbangan tempat dirinya bekerja, masih melayani rute penerbangan ke negara ataupun kota yang sudah positif COVID-19. Yang kedua, terkait protokol pencegahan yang menurutnya masih kurang ketat bagi para awak kabin.

"Baru berlaku seminggu belakangan ini, crew boleh pakai masker dan gloves latex sekali pakai. Sebelumnya, sejak corona sudah masuk Indonesia pertama kali, crew kabin malah dilarang pakai masker saat on duty. Dibilang telat ya telat, tapi sekarang syukur masih diizinkan daripada tidak sama sekali," keluhnya.

Selain itu, kata dia, selama ini banyak rekan-rekan pramugari lainnya yang harus merasakan satu pesawat dengan penumpang yang positif COVID-19. Dirinya heran, mengapa bisa orang yang positif COVID-19 bisa tembus masuk ke bandara bahkan ke kabin pesawat.

"Lebih kecewanya, kami (pramugari) baru diberitahu kalau ada penumpang yang positif COVID-19, setelah turun landas, dan setelah itu kami (pramugari) hanya diliburkan beberapa hari untuk mengarantina mandiri di rumah tanpa ada cek kesehatan apapun. Yang kami inginkan, kami ada cek gratis corona," jelasnya

Sebagaimana diketahui, virus corona menyebar seperti penyakit pernapasan pada umumnya, yaitu melalui droplets (tetesan air liur), lendir, atau cairan tubuh lainnya. Apabila tetesan itu tersentuh tangan atau kemudian mengusap mata atau wajah maka memungkinkan dapat terinfeksi.

Virus tersebut, juga dapat menyebar melalui permukaan tempat tetesan mendarat, seperti kursi pesawat dan meja. Beberapa waktu lalu, tepatnya pada 25 Februari 2020, Korean Air mengumumkan awak kabinnya yakni pramugari dinyatakan positif terpapar COVID-19.

Ilustrasi physical distancing. (Ilham Amin/VOI)

Pengamat transportasi udara, Gerry Soejatman mengatakan, maskapai penerbangan di Tanah Air sejatinya harus menyiapkan protokol yang aman bagi awak kabin di tengah mewababahnya COVID-19 ini.

"Crew harus diperbolehkan menggunakan masker dan sarung tangan. Kalau bisa maskapai yang menyediakan. Crew juga harus diberikan hand sanitizer di pesawat," ujarnya saat dihubungi VOI.

Ekonom senior Institute of Development for Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri sempat menyayangkan pemerintah yang memberi stimulus fiskal dengan cara memberikan diskon pesawat terbang ke 10 destinasi wisata. Menurutnya, itu justru memperluas penyebaran COVID-19 ke berbagai wilayah di Indonesia.

"Seluruh negara itu melarang orang berkumpul dan menjauh dari keramaian. Pemerintah malah memberikan diskon pesawat agar warga mendekat ke sumber virus," ujar Faisal beberapa waktu lalu.

Kania, sebagai seorang istri dan ibu dari seorang anak, tentu tak ingin mengambil risiko. Dirinya mengaku, daripada harus ikut menjaga ritme bisnis perusahaan, lebih baik berada di rumah bersama keluarganya, setidaknya hingga pandemi COVID-19 ini mereda.