Bagikan:

JAKARTA - Anggota Pansus Angket Haji DPR RI Wisnu Wijaya menyebut, pihaknya menemukan sejumlah ketidaksesuaian terkait pemberangkatan jemaah haji khusus yang dilakukan oleh PIHK. Hal itu terungkap setelah pansus menggali keterangan para saksi dari unsur PIHK pada Senin, 2 September.

“Temuan ini berdasarkan data yang diperoleh dari saksi terdahulu, yakni dari unsur Kementerian Agama dan klarifikasi yang dilakukan terhadap beberapa PIHK yang memberangkatkan jamaah haji khusus dalam jumlah besar,” ujar Wisnu kepada wartawan, Rabu, 4 September.  

Wisnu menjelaskan dari data yang diperoleh, teridentifikasi sebanyak kurang lebih 3.500 jamaah haji khusus diberangkatkan tanpa melalui masa tunggu yang seharusnya, yaitu masa tunggu nol (0) tahun. Menurutnya, temuan ini mengkonfirmasi keterangan yang pernah disampaikan oleh Direktur Bina Haji Khusus dan Umrah Kementerian Agama.

“Beberapa PIHK mengklaim bahwa data pemberangkatan nol (0) tahun ini sudah disediakan oleh Kementerian Agama, kemudian pihak PIHK diminta untuk melakukan verifikasi kepada calon jemaah. Sementara yang lain menyebut bahwa data ini berasal dari internal PIHK,” jelasnya.

Anggota Komisi VIII DPR ini mengungkapkan, pansus juga menyoroti dugaan manipulasi terhadap pengelolaan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat).

“Kami menemukan adanya jamaah yang terdaftar di Siskohat dengan jadwal keberangkatan seharusnya pada tahun 2026, tetapi justru diberangkatkan pada tahun 2024. Mengingat jumlah antrean calon jamaah haji khusus mencapai hampir 200 ribu dengan masa tunggu 6 sampai 7 tahun, praktik ini jelas tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku," katanya.

Hal ini, sambung Wisnu, menimbulkan dugaan adanya manipulasi data dalam Siskohat. Karena itu, Pansus Haji DPR RI akan melakukan sidak kantor Sistem Pengelolaan Data dan Informasi Penyelenggaraan Ibadah Haji Secara Terpadu (SISKOHAT) hari ini.

"Apakah pihak yang bermain ini operatornya, atau ada oknum yang perintahkan operatornya, atau ada pihak lain yang mengubah-ubah lewat pintu belakang, ini yang tengah kita dalami dan kita harap ada evaluasi terkait pengelolaan sistem ini ke depan," ucap Wisnu.

Wisnu menambahkan, pada Selasa, 3 September, kemarin, Pansus juga telah mendatangkan salah seorang calon jemaah haji khusus untuk memperoleh kesaksian darinya.

“Ada pula kasus di mana calon jamaah haji khusus ditawari harga awal USD 15.000, namun menjelang pemberangkatan, dia diminta membayar kurang lebih USD 29.500. Ketika jemaah yang mundur akibat beban biaya tambahan ini diperiksa kembali di Siskohat, anehnya status keberangkatan mereka berubah, yang seharusnya bisa berangkat pada 2030 mundur menjadi 2032. Kemudian setelah ada komplain berubah jadi 2031," terang Wisnu.

Anggota DPR Dapil Jateng I menyatakan, situasi itu menunjukkan adanya kelalaian dalam pengelolaan data yang berdampak negatif pada calon jemaah haji.

"Sehingga diperlukan audit forensik terhadap sistem ini," pungkasnya.