Bagikan:

JAKARTA - Pejabat senior Hamas Khalil al-Hayya mengatakan, tidal mungkin ada kesepakatan untuk gencatan senjata di Gaza, tanpa penarikan tentara Israel dari Koridor Philadelphia, Netzarim dan Rafah.

"Rezim Zionis bermaksud untuk membakar seluruh wilayah," katanya kepada Al Jazeera Hari Senin, seperti dikutip dari IRNA 2 September.

Al-Hayya menekankan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menganggap koridor Philadelphia lebih penting daripada sandera Israel.

"Koridor adalah prioritas utamanya, karena ia menganggap tawanan tidak berharga," kata Wakil Kepala Biro Politik Hamas ini.

Ditekankan olehnya, PM Netanyahu telah menolak setiap proposal tentang pertukaran tawanan setiap hari.

"Kami telah menerima proposal yang diajukan oleh Presiden AS Joe Biden, namun, Netanyahu menetapkan persyaratan baru dan menuduh Hamas tidak memperhatikan negosiasi di bawah persyaratan baru," ungkapnya.

Komentar al-Hayya muncul setelah upaya diplomatik yang berlangsung selama beberapa bulan terakhir, gagal menghasilkan gencatan senjata di Gaza dengan imbalan pembebasan sekitar 100 tawanan yang masih ditahan di wilayah Palestina.

PM Netanyahu sendiri menghadapi kritik yang meningkat dari pejabat Israel dan masyarakat atas penolakannya untuk menerima kesepakatan gencatan senjata. Ia baru-baru ini menetapkan syarat baru untuk kesepakatan tersebut, dengan mengatakan Israel harus mempertahankan kendalinya atas koridor Philadelphia.

Koridor Philadelphia, zona penyangga demiliterisasi sepanjang 14 kilometer (8,69 mil) di sepanjang perbatasan antara Jalur Gaza dan Mesir, tetap menjadi salah satu titik kritis utama dalam negosiasi antara Israel dan Hamas.

Baik Hamas maupun Mesir menentang penempatan pasukan Israel di Koridor Philadelphia, tetapi PM Netanyahu bersikeras itu diperlukan untuk menghentikan penyelundupan senjata ke Gaza.

Terpisah, sumber-sumber medis di Jalur Gaza mengonfirmasi, jumlah korban jiwa Palestina akibat serangan Israel sejak konflik terbaru pecah pada 7 Oktober 2023 telah meningkat menjadi 40.786 orang, sementara korban luka-luka mencapai 94.224 orang, dengan mayoritas korban adalah wanita dan anak-anak, dikutip dari WAFA.