Bagikan:

JAKARTA - Mogok kerja yang direncanakan oleh hampir 30.000 perawat dan pekerja medis lainnya minggu ini, diperkirakan akan memperburuk krisis medis di Korea Utara karena rumah sakit di seluruh negeri sudah berjuang dengan kekurangan tenaga kerja akibat pemogokan berkepanjangan oleh dokter.

Menurut Serikat Pekerja Kesehatan dan Medis Korea, lebih dari 91 persen anggotanya minggu lalu memberikan suara mendukung pemogokan yang dimulai hari Kamis mendatang.

Mereka menuntut kenaikan gaji dan normalisasi operasi rumah sakit, yang telah terganggu oleh pemogokan kolektif selama tujuh bulan oleh dokter magang, melansir The Korea Times 26 Agustus.

Sebagian besar dari 29.705 pekerja yang tergabung dalam serikat pekerja, terutama perawat, diperkirakan akan mengambil bagian dalam pemogokan di 61 lembaga medis di seluruh negeri, termasuk Pusat Medis Nasional dan Pusat Medis Universitas Korea.

Sejak lebih dari 10.000 dokter magang meninggalkan rumah sakit mereka pada Bulan Februari untuk memprotes keputusan pemerintah terkait penambahan kuota pendaftaran sekolah kedokteran, banyak perawat telah turun tangan sebagai asisten dokter untuk mempertahankan layanan medis yang penting.

Serikat pekerja mengatakan, para anggotanya yang bekerja di layanan penting, seperti perawatan darurat, tidak akan berpartisipasi dalam pemogokan tersebut. Meskipun demikian, aksi mogok mereka kemungkinan akan menyebabkan kebingungan dan gangguan tambahan di rumah sakit, yang sudah berjuang dengan kekurangan staf dan kesulitan keuangan.

Serikat pekerja mengatakan banyak anggotanya kelelahan setelah berbulan-bulan berjuang untuk menjaga sistem medis negara tetap berjalan tanpa kehadiran para dokter magang.

"Pekerja medis kelelahan karena melewatkan makan, menanggung pelecehan, dan hanya punya sedikit waktu untuk istirahat ke kamar kecil sambil mencoba mengisi peran dokter junior sebagai asisten dokter," kata serikat pekerja dalam sebuah pernyataan.

"Tugas dokter seharusnya tidak lagi dibebankan kepada perawat yang belum dilatih secara sistematis untuk tanggung jawab tersebut," sambungnya.

Serikat pekerja tersebut menambahkan, banyak perawat terpaksa bekerja sebagai asisten dokter setelah hanya beberapa hari menjalani pelatihan, yang menyebabkan ketakutan terus-menerus akan melakukan kesalahan serius.

Serikat pekerja telah mendesak rumah sakit untuk mencari solusi guna mengatasi kekurangan tenaga kerja dan menyetujui kenaikan upah sebesar 6,4 persen bagi tenaga medis non-dokter.

Namun, sebagian besar rumah sakit tidak memiliki kemampuan finansial untuk mempekerjakan dokter tambahan atau memberikan kenaikan gaji, karena kapasitas mereka yang berkurang untuk merawat pasien.

Aksi mogok kerja para dokter muda tersebut memberikan pukulan telak bagi keuangan mereka, karena rumah sakit mengandalkan tenaga kerja murah dari para dokter tersebut dengan kedok pelatihan.

Setelah rapat darurat, Hari Minggu, Menteri Kesehatan Cho Kyoo-hong mendesak serikat pekerja untuk mencabut rencana pemogokannya.

"Kerja keras, dedikasi dan pengorbanan para tenaga medis telah mempertahankan sistem medis kita meskipun menghadapi tantangan seperti aksi mogok kerja oleh dokter magang dan peningkatan jumlah pasien COVID-19. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua orang atas pekerjaan mereka," kata Menteri Cho.

"Jika mereka meneruskan rencana mogok kerja, maka operasional rumah sakit akan terganggu dan pada akhirnya akan merugikan masyarakat. Saya mengimbau agar permasalahan ini diselesaikan dengan cara musyawarah dengan pengusaha, bukan dengan aksi kolektif seperti mogok kerja," tandasnya.