Bagikan:

JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta untuk membuka kembali pengusitan kasus dugaan korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam pembelian 15 unit pesawat MA60 yang menyebabkan kerugian negara mencapai 46,5 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp700 miliar.

Desakan itu disampaikan Indonesia Police Watch (IPW) karena kasus tersebut mandek penanganannya sekitar 13 tahun.

"Kami ini sebagai lembaga pemantau hukum ya dapat data. Kemudian sebagai suatu data untuk kepentingan hukum tidak ada salahnya kita angkat kembali. Jadi, semua data yang disampaikan kalau itu terkonfirmasi kita harus angkat kembali," ujar Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso kepada wartawan, Kamis, 15 Agustus.

Desakan itu juga didasari rasa kekhawatiran status kasus yang akan kedaluwarsa bila tak segera diusut kembali. Terlebih, agar semua pelaku di baliknya dapat terungkap.

"Untuk supaya dugaan permainan patgulipat atau kongkalikong yang dilakukan oleh pengusaha dengan menyalahgunakan kewenangan pejabat itu bisa dibongkar," sebutnya.

"Apalagi ini uang negara kalau dihitung dengan kurs sekarang kerugiannya itu sekitar hampir Rp700 miliar," sambung Sugeng.

Mengenai duduk perkara kasus tersebut, Sugeng menyampaikan bila dugaan korupsi itut bermula pada 29 Agustus 2005. Kala itu, sedang berlangsung Joint Commission Meeting Indonesia-China.

Kemudian, muncul penawaran pembelian pesawat MA60 kepada perusahaan Merpati Nusantara Airlines. Lalu, ditindaklanjuti dengan penandatanganan MoU pada 2006 antara Merpati Nusantara

Airlines dengan Xian Aircraft Industry dari China.

Pada tanggal 5 Agustus 2008 dilakukan penandatanganan pembelian 15 unit pesawat MA60 untuk Merpati Nusantara Airlines antara Dirjen Pengelolaan Utang mewakili Pemerintah Indonesia dengan China Exim Bank dengan sistem pengucuran pinjaman yang dijamin pemerintah, dengan kebijakan politik pengalokasian anggaran hanya berdasarkan persetujuan oknum Anggota DPR Komisi IX dalam hal dikeluarkannya subsidiary loan agreement atau SLA senilai 200 juta dolar AS.

Sugeng mengatakan dalam proses pembelian harga per unit pesawat MA60 yang diproduksi Xian Aircraft Industry digelembungkan dari harga asli 11,2 juta menjadi 14,3 juta dolar AS.

Bahkan, skema pembelian pesawat yang tidak memiliki sertifikasi Federation Aviation Asministration (FAA) diubah dari business to business menjadi government to business

"Modus operandi untuk mengamankan uang hasil tindak pidana korupsi dan TPPU sebesar US$46,5 juta dilakukan melalui rekayasa dengan

memunculkan broker 'boneka' yang dikontruksikan seolah-olah menjadi agen penjualan 15 unit pesawat Xian Aircraft Industry, yang diperankan oleh MS dengan memakai PT MGGS diduga atas inisiatif AH, pemilik PT IMC PL dan PT IM," ungkap Sugeng.

Tak hanya itu, diduga uang hasil tindak pidana korupsi tersebut sudah dialihkan atau dibelanjakan, mengingat kasus terjadi sangat lama.

Bahkan, ada dugaan uang digunakan untuk membeli barang-barang termasuk floating crane batu bara guna disamarkan.

Mengutip laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Sugeng menyebut bila PT MGGS dikenal sebagai agen penjualan 15 unit pesawat Xian Aircraft Industry dari China senilai Rp2,13 triliun atau US$232,443 juta.

Operasional pesawat dari tahun 2007 hingga 2011 disebut mengalami kerugian sebesar Rp56 miliar di mana salah satu pesawat M60 jatuh di perairan Kaimana Papua Barat yang menewaskan 27 penumpang pada 11 Mei 2011.

Berdasarkan fakta dan alat bukti yang saling bersesuaian, Sugeng menyatakan dugaan tindak pidana korupsi dan atau TPPU dalam pembelian 15 unit pesawat MA60 yang pernah diselidiki Kejaksaan sejak 2011 patut diteruskan.

"Kami menuntut agar kasus dugaan tindak pidana korupsi korupsi dan/atau TPPU dalam pembelian 15 Unit pesawat MA60 yang merugikan negara senilai US$46,5 juta tersebut dapat ditindaklanjuti kembali dalam rangka mencegah terjadinya cold case sesuai ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku," kata Sugeng.