Bagikan:

JAKARTA - Seorang warga negara asing (WNA) asal China berinisial CZ alias BC (61) diamankan petugas Imigrasi Kelas I non TPI Jakarta Pusat karena melakukan pemalsuan dokumen kependudukan saat melakukan pengurusan pembuatan paspor Indonesia.

Pria yang berprofesi chef (juru masak) itu awalnya datang ke kantor Imigrasi Jakarta Pusat bersama perempuan yang akan dijadikan istrinya berinisial JA (52).

Uniknya, saat mengajukan permohonan pembuatan paspor Indonesia, CZ justru pura-pura bisu dan tuli saat akan dilakukan proses wawancara oleh petugas Imigrasi.

"Kasus ini bermula dari masuknya berkas permohonan pembuatan paspor Indonesia," ujar Kakanwil Kemenkumham DKI Jakarta, Andika Dwi Prasetya kepada wartawan, Jumat, 9 Agustus.

Andika mengatakan, atas masuknya berkas tersebut satuan inteldakim Kantor Imigrasi Jakarta Pusat menemukan kecurigaan saat CZ pemohon paspor Indonesia tidak bisa bicara dan tidak bisa mendengar.

"Jadi kepada anggota, JA mengatakan jika CZ tunarungu dan dan tunawicara," kata Andika.

Kecurigaan lainnya adalah KTP yang dimiliki CZ tidak terdaftar. Hal ini diketahui saat petugas melakukan pemeriksaan melalui scan QR Code pada KTP yang bersangkutan. Dari hasil scan ternyata KTP tersebut atas nama orang lain.

"Atas kedua kecurigaan tersebut, petugas melakukan pendalaman terkait pelanggaran pemberian data palsu," katanya.

Kemudian setelah dilakukan pengembangan. Diketahui jika CZ membuat KTP palsu melalui Facebook dan bertemu dengan seseorang berinisial SS. Untuk membuat KTP Palsu CZ dikenakan biaya Rp 1,5 juta.

"Dari hasil pendalaman, diketahui jika CZ hendak membuat paspor untuk keperluan menikah dengan JA. Kemudian JA menggunakan jasa SS untuk mengelabui pihak imigrasi," ujarnya.

Kadiv Imigrasi Kanwilkumham DKI Jakarta Wahyu Eka Putra mengatakan, pelaku CZ dan JA sebelumnya berkenalan di Belanda disaat keduanya tengah berada di sana.

"Jadi CZ bertemu dengan JA di Belanda. CZ bekerja sebagai chef atau koki di Belanda, CZ ini WN China. Dari pertemuan tersebut akhirnya terikat hubungan antara CZ dan JA. Karena status JA di Belanda tanpa izin tinggal, sehingga mereka juga sulit untuk menikah di Eropa," katanya.

Selanjutnya pelaku CZ mengajak JA agar menikah di Indonesia. Keduanya kemudian datang ke Indonesia merubah status kewarganegaraan.

"Tapi JA mengambil inisiatif pembuatan paspor di kantor imigrasi Jakarta Pusat," ucapnya.

Atas perbuatannya, ketiga tersangka dijerat dengan pasal 126 huruf C UU nomor 6/2011 tentang keimigrasian.

"Adapun ancaman hukumannya mencapai lima tahun penjara atau denda sebesar Rp500 Juta," katanya.

Wahyu mengatakan, atas perbuatannya, ketiga pelaku harus menjalani proses persidangan, selanjutnya jika proses persidangan sudah dijalani maka CZ akan dideportasi dan diberikan kebijakan tangkal.

"Sehingga yang bersangkutan tidak bisa masuk Indonesia lagi," ucapnya.