JAKARTA - Ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir menyebut pihak yang seharusnya bertanggungjawab atas suap izin ekspor benih lobster atau benur adalah staf khusus (stafsus) mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo.
Pernyataan itu disampaikan Mudzakir ketika dihadirkan sebagai ahli dalam perkara dugaan suap izin ekspor benih lobster untuk terdakwa Suharjito.
"Perbuatan stafsus menteri tadi menurut ahli adalah komitmen yang dia lakukan perbuatan salah. Karena apa? Ini perusahaan ini sudah mengurus proses yang dilakukan, cuma tidak terbit-terbit, begitu staf (Suharjito) tanya harus buat komitmen suap, jadi suap itu bersumber stafus," ucap Mudzakir dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu, 24 Maret.
Dengan adanya permintaan dari stafsus perihal komitmen fee itu, kata Mudzakir, pihak pengurus izin terpaksa memenuhi permintaan tersebut.
"Oleh karena itu, terjadinya pemberian sesuatu ke stafsus bukan karena dari pihak yang mengurus izin, tapi justru stafsus yang membuat untuk terbit dengan memberikan sesuatu," ungkap Mudzakir.
BACA JUGA:
Selain itu, Mudzakir juga menilai dalam kasus ini Suharjito merupakan pemberi suap pasif. Alasannya, pemberian itu bukan merupakan inisiatif dari Suharjito, melainkan, desakan agar izin ekspor dikeluarkan.
"Kesimpulannya bahwa yang tanggung jawab atas pemberian itu adalah stafsus. Pengusaha ini adalah korban dari stafsus agar memberi sesuatu. Atas dasar itu, menurut ahli memberikan sesuatu itu bersifat pasif, dan yang tanggung jawab aktif yaitu stafsus. Kata kuncinya pengusaha itu korban, dan pasif," kata Mudzakir.
Adapun, dalam perkara ini Suharjito didakwa menyuap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo sebesar Rp2,1 miliar. Suap itu berkaitan dengan izin ekspor benih lobster atau benur.
"Terdakwa Suharjito telah melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi sesuatu berupa uang seluruhnya USD 103 ribu dan Rp 706.055.440 kepada Pegawai Negeri atau
Penyelenggara Negara yaitu kepada Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (Menteri KP-RI)," ujar jaksa KPK Siswandono dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis, 11 Februari.
Jumlah suap senilai Rp2,1 miliar merupakan akumulasi uang yang diberikan. Sebab, jika dikonversikan ke rupiah, 103 ribu dolar Amerka Serikat (AS) senilai Rp 1.441.799.150 atau sekitar Rp1,4 miliar.
Dalam dakwaan juga disebut jika Suharjito memberikan suap ke Edhy Prabowo melalui staf khusus menteri KKP Safri dan Andrau Misanta Pribadi. Selain itu, tertulis juga nama Sekretaris Pribadi Edhy bernama Amiril Mukminin, dan Ainul Faqih selaku staf pribadi istri dari Edhy Prabowo, yakni, Iis Rosita Dewi.
Suharjito didakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.