JAKARTA - Deputi Sosial Budaya Pemberdayaan Masyarakat Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) Alimudin mengatakan bahwa pihaknya menyiapkan peta jalan pendidikan untuk menciptakan generasi yang kompeten di
BACA JUGA:
"Di peta jalan pendidikan kita, kita didik anak-anak yang kecil itu, kalau yang seumuran saya biarkan berjalan apa adanya, tetapi generasi-generasi muda itu harus diisi karena mereka adalah pemilik-pemilik kebijakan nasional yang akan datang," kata Alimudin dalam ASN Festival 2024, di Jakarta, Sabtu.
Menurutnya, Indonesia saat ini belum memiliki peta jalan pendidikan, karena setiap lima tahun kerap berganti kurikulum.
Alimudin turut menyoroti penghapusan jurusan yang dilakukan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim. Menurutnya, hal itu tepat demi menyesuaikan kemampuan generasi bangsa.
"Kalau kemarin Pak Menteri menghilangkan jurusan (IPA/IPS), di dalam peta jalan kita sudah, bahkan kalau perlu di sekolah dasar itu cukup lima mata pelajaran. Ngapain kita dipaksa sembilan mata pelajaran, disuruh pintar semua, padahal keunikan kita sebagai manusia yang dilahirkan punya bakat masing-masing," ujarnya.
BACA JUGA:
Ia menambahkan bahwa Program Merdeka Belajar sudah sangat baik, meskipun implementasinya masih perlu ditingkatkan. Alimudin menekankan pentingnya peta jalan pendidikan untuk mendukung minat dan bakat anak-anak generasi bangsa.
"Bagaimana mungkin anak-anak yang tidak suka nasi goreng dipaksa makan nasi goreng, atau yang tidak suka matematika dipaksa belajar matematika? Padahal, mereka mungkin memiliki kecerdasan motorik atau seni yang lebih tinggi. Ini yang harus kita perbaiki," ujarnya pula.
Alimudin juga menyebutkan bahwa sekolah internasional seperti Bina Bangsa School dan Jakarta International School sudah ada dan sedang dibangun di IKN. Pemerintah sedang meningkatkan potensi dan kualitas guru-guru di sekolah-sekolah yang ada di luar kawasan inti pusat pemerintahan.
"Kita ingin memastikan kebutuhan warga di bidang kesehatan dan pendidikan terlayani dengan baik. Saat ini, pengangguran lulusan SMK lebih banyak dibandingkan lulusan SMA, padahal mereka sudah mendapat pendidikan vokasi. Oleh karena itu dibekali keterampilan sesuai dengan minat mereka," katanya.
Selain itu, dia menyoroti sistem penerimaan tenaga kerja yang juga perlu diubah. Di Indonesia, kualifikasi pendidikan sering kali lebih diutamakan daripada keterampilan.
"Mindset ini harus diubah. Di IKN, sebagai ibu kota negara yang futuristik dan kota dunia, kita harus memprioritaskan keterampilan," katanya lagi.
Ia juga menyatakan sependapat dengan Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin bahwa pendidikan tak harus menjadi prioritas utama. Namun, sistem rekrutmen tenaga kerja mengutamakan skill.
"Jadi ini penting untuk kita mengubah mindset berpikir kita, kemudian mindset IKN sebagai ibu kota negara yang futuristik dan kota dunia bagi kita semua," ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Irsyad Zamjani menyebut peta jalan pendidikan di IKN mendukung sekolah yang inklusif dan beragam.
“Sebagai pusat peradaban, IKN sudah semestinya memberikan contoh pendidikan yang berkualitas untuk dikembangkan di sana. Peta jalan pendidikan di IKN mendukung iklim sekolah inklusif dan mendukung keberagaman, dengan guru yang juga terus bekerja sama meningkatkan kualitas diri, sekolah, dan siswanya,” ujar Irsyad dalam diskusi bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Senin (29/7).
Menurutnya, pendidikan di IKN perlu persiapan yang sangat matang, karena aspek tersebut adalah modal utama untuk mewujudkan pembangunan bangsa yang maksimal, sehingga sekolah di IKN harus menjadi contoh pendidikan yang berkualitas.
Ia menjelaskan pendidikan di IKN harus mampu mewujudkan sekolah yang dicita-citakan, yang menekankan pada tiga aspek, yakni pembelajaran berpusat pada murid, iklim sekolah yang aman, inklusif, dan merayakan kebinekaan, dan pendidik yang reflektif, gemar belajar, berbagi, dan berkolaborasi.
Ketiga hal tersebut perlu didukung dengan kepemimpinan untuk perbaikan layanan yang berkelanjutan, sehingga dapat mewujudkan siswa yang memiliki kompetensi dan karakter Pancasila, katanya pula.