JAKARTA - Perusahaan rintisan di Ukraina tengah mengembangkan sistem kecerdasan buatan (AI) untuk membantu menerbangkan armada pesawat nirawak (drone) yang besar, membawa peperangan ke wilayah yang belum dipetakan saat para pejuang berlomba untuk mendapatkan keunggulan teknologi dalam pertempuran.
Ukraina berharap peluncuran drone dengan AI di garis depan pertempuran akan membantunya mengatasi gangguan sinyal yang semakin meningkat oleh Rusia, serta memungkinkan kendaraan udara tak berawak (UAV) untuk bekerja dalam kelompok yang lebih besar.
Pengembangan pesawat nirawak AI di Ukraina secara luas terbagi antara sistem visual yang membantu mengidentifikasi target dan menerbangkan pesawat nirawak ke target tersebut, pemetaan medan untuk navigasi dan program yang lebih kompleks yang memungkinkan UAV beroperasi dalam "gerombolan" yang saling terhubung.
Salah satu perusahaan yang tengah mengerjakan ini adalah Swarmer, yang tengah mengembangkan perangkat lunak yang menghubungkan pesawat nirawak dalam suatu jaringan.
Keputusan dapat diimplementasikan secara instan di seluruh kelompok, dengan hanya seorang manusia yang turun tangan untuk memberikan lampu hijau bagi serangan otomatis.
"Ketika Anda mencoba meningkatkan skala (dengan pilot manusia), itu tidak akan berhasil," kata CEO Swarmer Serhiy Kupriienko kepada Reuters di kantor perusahaan di Kyiv, seperti dilansir 18 Juli.
"Untuk segerombolan 10 atau 20 drone atau robot, hampir mustahil bagi manusia untuk mengendalikannya," katanya.
Swarmer adalah salah satu dari lebih dari 200 perusahaan teknologi yang telah muncul sejak Rusia meluncurkan invasi skala penuh pada tahun 2022, dengan warga sipil berlatar belakang TI yang mengembangkan drone dan perangkat lain untuk membantu Ukraina melawan musuh yang jauh lebih besar.
Kupriienko mengatakan, sementara pilot manusia kesulitan menjalankan operasi yang melibatkan lebih dari lima drone, AI akan mampu memproses ratusan drone.
Sistem yang disebut Styx tersebut mengarahkan jaringan drone pengintai dan serang, baik yang besar maupun kecil, di udara dan di darat. Setiap drone akan mampu merencanakan gerakannya sendiri dan memprediksi perilaku drone lain dalam segerombolan drone, katanya.
Selain meningkatkan operasi, Kupriienko mengatakan otomatisasi akan membantu melindungi pilot pesawat nirawak yang beroperasi di dekat garis depan dan menjadi target prioritas tembakan musuh.
Teknologi Swarmer masih dalam tahap pengembangan dan baru diujicobakan di medan perang secara eksperimental, imbuhnya.
Terpisah, Samuel Bendett, Peneliti Senior di Center for a New American Security mengatakan, sistem kendali pesawat nirawak AI kemungkinan memerlukan manusia untuk mencegah sistem melakukan kesalahan dalam pemilihan target.
AI sudah digunakan dalam beberapa serangan pesawat nirawak jarak jauh Ukraina yang menargetkan fasilitas militer dan kilang minyak ratusan kilometer di dalam Rusia.
Seorang pejabat Ukraina, yang berbicara secara anonim, mengatakan kepada Reuters bahwa serangan terkadang melibatkan segerombolan sekitar 20 pesawat nirawak.
Pesawat nirawak inti terbang ke target, sementara tugas pesawat nirawak lain adalah menghancurkan atau mengalihkan pertahanan udara di sepanjang jalan.
Untuk melakukan ini, mereka menggunakan bentuk AI dengan pengawasan manusia untuk membantu menemukan target atau ancaman dan merencanakan kemungkinan rute, sumber tersebut menambahkan.
Diketahui, kebutuhan akan drone berkemampuan AI menjadi semakin mendesak karena kedua belah pihak meluncurkan sistem Electronic Warfare (EW) yang mengganggu sinyal antara pilot dan drone.
BACA JUGA:
Untuk melawan ancaman EW, para pembuat termasuk Swarmer telah mulai mengembangkan fungsi yang memungkinkan drone untuk mengunci target melalui kameranya.
Sistem EW membentuk kubah pengacau sinyal tak terlihat di atas peralatan dan prajurit yang mereka lindungi.
Jika kontak pilot dengan drone terputus, mereka tidak dapat lagi mengendalikannya dan pesawat itu akan jatuh ke tanah atau terus terbang lurus.