JAKARTA - Di tengah booming pariwisata, Jepang menghadapi kelangkaan bahan bakar jet, karena menurunnya jumlah kilang minyak di negara tersebut, sehingga tidak dapat menyediakan bahan bakar yang cukup untuk memungkinkan semua pesawat melakukan perjalanan pulang pergi.
Menteri Transportasi Jepang Saito Tetsuo pada konferensi pers baru-baru ini mengatakan masalah ini disebabkan oleh berbagai hal. Masalah utamanya adalah berkurangnya jumlah kilang minyak Jepang secara signifikan, yang mengolah minyak mentah impor menjadi bahan bakar penerbangan.
Saito juga mencatat kekurangan tenaga kerja di industri angkutan truk dan pelayaran telah memperburuk keadaan ini.
Jumlah kilang di Jepang mencapai puncaknya pada angka 49 di 1983. Karena menurunnya permintaan minyak dan upaya pemerintah baru-baru ini untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, jumlah tersebut kini turun menjadi 20.
Pengurangan ini berarti tidak hanya ketersediaan bahan bakar yang lebih sedikit, namun bahan bakar yang dihasilkan juga harus menempuh jarak yang lebih jauh untuk mencapai tujuannya, pertama dengan kapal ke pelabuhan terdekat, dan kemudian dengan truk.
Otoritas Bandara Narita di Tokyo, gerbang utama kedatangan internasional Jepang, mengatakan bahwa pada akhir Juni enam maskapai telah menunda rencana untuk menambah 57 penerbangan ke jadwal mingguan, menurut NHK News dilansir ANTARA, Rabu, 17 Juli.
BACA JUGA:
Bandara regional juga mengalami hal serupa. Setiap musim dingin, Bandara New Chitose dekat Sapporo di Prefektur Hokkaido menarik banyak pemain ski dan pemain seluncur salju untuk bermain di dataran tinggi yang terkenal di Jepang bagian utara itu.
Namun, tahun ini, Qantas Airways dan Singapore Airlines telah membatalkan penerbangan musiman mereka ke bandara tersebut, dengan alasan ketidakmampuan menyediakan bahan bakar yang cukup untuk perjalanan pulang.