Bagikan:

JAKARTA - Plt Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Budi Awaluddin menegaskan pihaknya sudah mengingatkan para kepala sekolah negeri di Jakarta sejak dua tahun lalu untuk tidak lagi mengangkat guru honorer.

Hal ini diungkapkan Budi dalam merespons pemutusan kontrak guru honorer. Tercatat, ada sekitar 4.000 guru honorer yang dipecat sepihak di Jakarta.

"Dari 2022 pun kita sudah menginformasikan jangan mengangkat guru honorer. Di saat itu sudah kita sampaikan, stop. Tapi kan (kepala sekolah) bandel (tetap mengangkat guru honorer)," kata Budi di Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Rabu, 17 Juli.

Budi menjelaskan, sejak 2022, terdapat ketentuan khusus dalam pengangkatan guru yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 63 Tahun 2022.

Dalam aturan tersebut, guru yang dapat diberikan honor harus memenuhi persyaratan berstatus bukan ASN, Tercatat pada Data Pokok Pendidikan (Dapodik), memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), dan belum mendapat tunjangan profesi guru.

Budi mengaku selama ini kepala sekolah mengangkat guru honorer tanpa mendapat rekomendasi dari Dinas Pendidikan DKI sehingga, guru honorer tersebut tidak tercatat dalam Dapodik dan tak memiliki NUPTK.

"Jadi, apa yang dilakukan para kepala sekolah selama ini mengangkat para guru honorer tidak sepengetahuan dari Dinas Pendidikan dan tidak sesuai dengan kebutuhan, pengangkatannya tidak dipublish, dan pengangkatannya subjektivitas," urai Budi.

Diakui Budi, Disdik DKI pun kini harus melakukan kebijakan cleansing guru honorer.

Sebab, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap temuan adanya penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) tidak sesuai aturan. Khususnya, pada pemakaian dana untuk menggaji guru honorer yang sejak awal tak terdata di Dapodik dan tak memiliki NUPTK.

"Jadi, yang dilakukan kepala sekolah itu karena punya kewenangan dalam pengelolaan BOS. Sehingga, banyak jugalah pengangkatannya tidak sesuai ketentuan," urainya.

Sebelumnya, Perhimpunan Pendidikan Guru (P2G) mengungkap adanya pemecatan sepihak terhadap guru honorer.

Kepala Bidang Advokasi Guru P2G Iman Zanatul Haeri mengungkapkan, pada 5 Juli 2024 atau minggu pertama masuk sekolah ajaran baru tahun 2024/2025, para guru honorer mendapat pesan dari kepala sekolah masing-masing untuk mengisi formulir secara online.

Ternyata, dalam formulir tersebut, guru honorer diminta mengisi data dan persetujuan yang menyatakan mereka tak lagi bisa mengajar karena adanya kebijakan cleansing honor.

"Mereka sejak hari pertama masuk menjadi hari terakhir berada di sekolah. Setelah diumumkan mereka tidak boleh lagi mengajar, mereka disuruh mengisi formulir cleansing tersebut. Ibaratnya kayak ditembak, lalu disuruh gali kuburan sendiri," kata Iman kepada wartawan.

Saat mendapat "pengusiran" secara halus dari pekerjaannya, para guru honorer di DKI Jakarta merasa shock karena secara mendadak mereka berhenti bekerja. Sebab, beberapa guru honorer yang terdampak pemecatan sudah mengajar lebih dari 6 tahun.

“Ada yang menangis, ada yang kebingungan bagaimana memberitahu keluarga di rumah karena dalam waktu singkat karirnya sebagai guru kandas begitu saja. Sampai hari ini mereka masih bertanya-tanya, ini kebijakan apa dan kenapa mereka diperlakukan seperti itu? Tanpa pemberitahuan dan tanpa persiapan," ungkap Iman.