Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut peluang memanggil eks Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa beserta wakilnya, Emil Dardak sebagai saksi kasus dugaan suap dana hibah terbuka.

Keduanya sangat mungkin diminta datang ke Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan jika keterangannya dibutuhkan penyidik. Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara KPK Tessa Mahardika.

"Nanti kami akan serahkan kewenangan kepada teman-teman penyidik ya," kata Tessa kepada wartawan yang dikutip pada Senin, 15 Juli.

Meski begitu, Tessa memastikan pemanggilan ini tak akan sembarangan dilakukan. Pastinya ada pertimbangan yang harus dipenuhi dan semua itu hanya diketahui penyidik.

"Kalau memang ada alat bukti yang perlu diklarifikasi, tentunya penyidik tidak akan segan-segan untuk memanggil baik di perkara terdahulu maupun di perkara yang sekarang," tegas juru bicara berlatar belakang penyidik tersebut.

Sebagai informasi, komisi antirasuah juga pernah memanggil Khofifah dalam kasus ini. Ketika itu, dia dimintai keterangan untuk melengkapi berkas perkara milik Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua P. Simanjuntak.

Tak hanya itu, ruang kerja Khofifah dan Emil Dardak juga pernah digeledah pada 21 Desember 2022. Ketika itu penyidik menyasar kantor Sekretaris Daerah, BPKAD dan Bappeda Jatim.

Dari penggeledahan itu, penyidik kemudian menemukan sejumlah dokumen. Salah satunya adalah yang berkaitan dengan penyusunan anggaran APBD.

Adapun saat ini, KPK sudah menetapkan 21 tersangka baru dalam pengembangan kasus suap pengurusan dana hibah dari APBD Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2019-2022. Dari jumlah tersebut tiga penyelenggara negara dan satu orang staf diduga menerima suap.

Sementara 15 pihak swasta dan dua penyelenggara negara adalah pemberi suap. Penggeledahan juga sudah dilakukan untuk mengembangkan kasus ini.

Hasilnya, penyidik menemukan uang Rp380 juta hingga dokumen lain termasuk bukti penyetoran uang, bukti pembelian uang, copy sertifikat, dan barang elektronik lainnya. Temuan ini didapat saat upaya paksa dilakukan di beberapa rumah yang ada di Surabaya, Pasuruan, Probolinggo, Tulungagung, Gresik, Blitar, Bangkalan, Sampang, dan Sumenep pada 8-12 Juli lalu.