Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi membantah pihaknya terburu-buru merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).

Menurut Awiek, revisi UU Wantimpres bersifat komulatif terbuka yang bisa dibahas sewaktu-waktu sesuai urgensi.

"Tidak ada yang buru buru. Penyusunan prolegnas pembahasan undang-undang itu ada tiga, satu, mengacu pada prolegnas prioritas, kedua komulatif terbuka karena dampak putusan MK (Mahkamah Konstitusi, red)," ujar Awiek kepada wartawan, Jumat, 12 Juli.

Sekretaris Fraksi PPP DPR itu menjelaskan, undang-undang yang bersifat komulatif terbuka meliputi UU APBN, UU Pembentukan Otonomi, UU Perjanjian Internasional, dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

"Itu komulatif terbuka yang bisa dibahas sewaktu waktu," jelasnya.

Dalam Pasal 23 UU 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Pembentukan Perundang-Undangan (P3), lanjut Awiek, disebutkan bahwa ada RUU yang bisa dilakukan pembahasan dan penyusunan apabila memperhatikan urgensi nasional.

"Nah ini klausul urgensi nasional masuk ke situ," katanya.

Sebelumnya, Rapat paripurna DPR RI menyetujui revisi Undang-Undang (UU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi RUU inisiatif DPR.

Beleid tersebut merubah nomenklatur Wantimpres menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Revisi juga akan mengatur soal jumlah anggota DPA.

Sembilan fraksi yang ada di DPR RI setuju dan memberikan pandangannya secara tertulis kepada pimpinan DPR dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 11 Juli.

"Apakah Rancangan Undang Undang usul inisiatif Badan Legislasi tentang perubahan atas UU Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden dapat disetujui sebagai Rancangan Undang Undang usul DPR RI?," tanya Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus selaku pimpinan sidang.

"Setuju," jawab seluruh anggota.