Bagikan:

JAKARTA - Rapat paripurna DPR RI menyetujui revisi Undang-Undang (UU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi RUU inisiatif DPR. Beleid tersebut merubah nomenklatur Wantimpres menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA).

Menanggapi hal itu, anggota DPR dari Fraksi PDIP, Djarot Saiful Hidayat menyebut perubahan Wantimpres menjadi DPA berarti kembali kepada UUD 1945. 

Diketahui, DPA adalah lembaga tinggi negara yang berfungsi memberi masukan atau pertimbangan kepada presiden. DPA dibentuk berdasarkan Pasal 16 UUD 1945 sebelum diamandemen. 

"Ya kita lihat aja nanti, tadi sudah disetujui. Cuma kalau begitu kan kita kembali ke UUD 1945 dong, keberadaan DPA ya kan. Kita coba tanya ke para ahli bertatanegara ya, dengan keberadaan DPA ini, Dewan Pertimbangan Agung. Itu kan nuansanya sama dengan yang termaktub di dalam UUD 1945, apalagi posisinya itu sejajar, apa betul seperti itu?," ujar Djarot di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 11 Juli. 

"Sejajarnya seperti apa terus bagiamana proses pengisian orang ya, persyaratannya kan jelas, bagaimana proses di situ ada prasyarat harus mempunyai sifat-sifat kenegarawanan," sambungnya. 

Anggota Badan Pengkajian MPR dari Fraksi PDIP itu lantas mengungkapkan bahwa hingga kini belum ada pembahasan soal amandemen terkait DPA oleh pihaknya. Khususnya kriteria yang bisa menjadi DPA. 

"Untuk kenegarawanan itu kan perlu di-breakdown seperti apa ya, jadi biarkan nanti ini ahli hukum tata negara yang bisa menjelaskan. Karena termasuk usul ini termasuk proses yang kilat cepat ya, saya ditugaskan di badan pengkajian MPR, belum pernah membahas amandemen terkait dengan keberadaan DPA itu, yang sesuai dengan jiwa dan semangat Indonesia 45 yang asli loh ya," kata Djarot. 

Kendati demikian, Ketua DPP PDIP itu tak ingin berkomentar soal spekulasi bagi-bagi jabatan di pemerintahan yang baru imbas perubahan nomenklatur tersebut. Pasalnya, jumlah DPA tidak dibatasi dan sesuai kebutuhan presiden. 

"Biar itu nanti masyarakat kita semua yang menilai apakah bagi-bagi jabatan, kementerian 34 jadi terserah 40 begitu ya, pengisian wantimpres, dan ini nanti masyarakat yang akan bisa menilai dan berbahaya," kata Djarot.

"Kalau seumpama memang betul itu digunakan untuk bagi-bagi jabatan dan tidak dilakukan secara sistem ini sangat berbahaya mengancam kehidupan demokrasi kita ke depan," pungkasnya.