Bagikan:

JAKARTA - Pakistan memberi wewenang kepada badan mata-mata yang dikelola militernya untuk menyadap panggilan telepon dan pesan, memperkuat peran utamanya dalam politik negara, karena politisi oposisi dan pengguna media sosial menyuarakan kekhawatiran atas potensi penyalahgunaan atau pelanggaran privasi.

Militer yang kuat, di negara yang telah diperintah oleh militer selama hampir separuh sejarah kemerdekaannya, dapat membangun atau menghancurkan pemerintahan di Pakistan, dan kewenangan baru untuk badan Inter-Services Intelligence (ISI) menimbulkan kekhawatiran yang meluas.

Menteri Hukum Azam Nazeer Tarar mengatakan kepada parlemen, Kementerian Teknologi Informasi dan Telekomunikasi telah diberitahu tentang perubahan tersebut dalam pemberitahuan pada tanggal 8 Juli.

"Siapa pun yang menyalahgunakan hukum akan menghadapi tindakan," kata Tarar pada Hari Selasa, melansir Reuters 10 Juli.

Ia mengatakan, tindakan tersebut akan dibatasi untuk melacak aktivitas kriminal dan teroris, dengan pemerintah akan memastikan tindakan tersebut tidak melanggar kehidupan dan privasi orang.

"Pemerintah federal, demi kepentingan keamanan nasional dan dalam upaya pencegahan pelanggaran apa pun, dengan senang hati memberi wewenang kepada petugas untuk menyadap panggilan dan pesan atau melacak panggilan melalui sistem telekomunikasi apa pun," kata pemberitahuan tersebut, yang dilihat oleh Reuters.

Langkah tersebut ditentang di parlemen oleh partai oposisi Pakistan Tehreek-e-Insaf yang dipimpin mantan Perdana Menteri Imran Khan yang dipenjara.

Khan sebelumnya mendukung pengawasan ISI terhadap panggilan telepon politisi, atau bahkan panggilan teleponnya sendiri, tanpa izin hukum.

Seorang pemimpin partai, Omar Ayub Khan mengatakan, lembaga tersebut kemungkinan akan menggunakan kewenangannya bahkan terhadap anggota parlemen, bersumpah partainya akan mengajukan gugatan hukum.

"Apakah yang "legal" juga konstitusional atau benar?" Farieha Aziz dari kelompok advokasi hak asasi manusia Bolo Bhi bertanya di media sosial X.

Sementara itu, Sayap Hubungan Masyarakat Antar-Angkatan Darat menolak berkomentar.

Kementerian Informasi tidak menanggapi permintaan yang meminta komentar tentang apakah izin hukum tersebut dapat menyebabkan pelanggaran privasi dan penyalahgunaan untuk tujuan politik.