Bagikan:

JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) angkat bicara terkait kematian tak wajar Afif Maulana (13) yang diduga tewas disiksa aparat penegak hukum.

Komisioner KPAI, Diyah Puspitarini menilai sesuatu yang dialami Afif Maulana dengan menerima penyundutan rokok, tendangan, pukulan merupakan tindakan yang melanggar. Hal ini pun tertuang pada Undang-Undang Perlindungan Anak No 35 tahun 2021 pasal 59A.

“Maka dalam kasus ini anak-anak tersebut, termasuk anak Afif Maulana harus mendapatkan perlindungan,” kata Diyah saat dikonfirmasi, Kamis, 4 Juli.

“UU Perlindungan Anak dan Konvensi Hak Anak dengan tegas menjamin setiap anak untuk bebas dari penyiksaan. Maka kewajiban negaralah untuk mencegah dan menyelidiki penyiksaan, menghukum pelaku, memberikan rehabilitasi, serta restitusi kepada korban,” sambungnya.

Oleh sebab itu, KPAI mendesak pihak kepolisian untuk mengedepankan penghormatan dan perlindungan hak asasi anak, dengan bersikap tegas dan profesional dalam mengungkap kasus 11 anak dan meninggalnya Afif Maulana.

Ia menjelaskan ada berbagai cara yang dapat dilakukan yakni dengan ekshumasi pada jasad Afif Maulana dan digital forensik terhadap CCTV untuk mengungkap penyebab kematian Afif Maulana.

“Lalu mengidentifikasi pelakunya, sehingga penegakan hukum pidana dapat dilakukan terhadap pelaku penyiksaan anak. KPAI mendukung Polri Presisi, melakukan pembenahan tata kelola penanganan anak di semua direktorat di bawah Polri. Tidak hanya Reskrim, namun juga Sabhara dan lainnya,” tutupnya

Afif Maulana ditemukan tewas mengapung di Sungai Batang Kuranji, Padang, Sumbar pada 9 Juni 2024. Saat ditemukan, ada luka memar pada bagian punggung dan perut korban.

Dari investigasi lembaga bantuan hukum Padang dan keterangan saksi di lokasi, Afif dan beberapa rekannya dituduh akan tawuran lantas mendapat banyak tindakan penyiksaan oleh anggota Sabhara Polda Sumbar.

Pada pemberitaan sebelumnya, 30 Juni, Kapolda Sumatra Barat (Sumbar) Irjen Suharyono memastikan kematian siswa SMP di Padang, Afif Maulana karena meloncat dari jembatan. Hal itu berdasarkan hasil penyelidikan pihaknya.

Suharyono mengatakan bila kesimpulan tersebut sudah berdasarkan keterangan 49 saksi yang diperiksa pihaknya, pemeriksaan tempat kejadian perkara, serta berdasarkan hasil visum dan otopsi terhadap korban atas nama Afif Maulana.

Ia menyebutkan 49 saksi itu terdiri dari personel Sabhara Polda Sumbar yang melaksanakan tugas pencegahan tawuran pada saat kejadian, saksi umum, serta teman korban sebagai saksi kunci.

Saksi kunci berinisial A adalah teman yang berboncengan sepeda motor dengan korban saat kejadian pada Minggu 9 Juni, A berperan sebagai orang yang membonceng.

Tepat ketika berada di atas jembatan Kuranji, korban dan saksi A terjatuh. Korban mengajak saksi A untuk melompat dari jembatan namun ditolak oleh A.

"Saksi kunci A menolak ajakan korban untuk melompat dari jembatan dan lebih memilih untuk menyerahkan diri ke Polisi, ini sesuai dengan keterangan saksi A," katanya.

Selain itu, lanjutnya, A juga tercatat dua kali menyampaikan kepada Polisi bahwa temannya melompat dari jembatan yang tingginya mencapai 12 meter.

Pertama disampaikan saat ia diamankan oleh Personel Sabhara di atas Jembatan Kuranji, yang kedua disampaikannya saat telah dikumpulkan di Kantor Kepolisian Sektor (Polsek) Kuranji bersama pelaku tawuran lain.

Namun informasi itu tidak digubris oleh Personel Sabhara karena Polisi tidak percaya ada yang nekad melompat dari ketinggian kurang lebih 12 meter itu, personel juga fokus mengamankan pelaku lain serta barang bukti senjata tajam dari lokasi.

"Keterangan dari saksi A itu telah membantah narasi yang berkembangan bahwa Afif tewas karena dianiaya oleh Polisi kemudian dibuang ke bawah jembatan Kuranji, itu tidak benar," jelasnya.

Suharyono menegaskan keterangan yang ia sampaikan adalah fakta hukum dari pemeriksaan keterangan-keterangan saksi, bukan asumsi atau tudingan-tudingan belaka.

Berdasarkan hasil otopsi diketahui korban mengalami patah tulang iga sebanyak enam buah yang kemudian menusuk paru-paru hingga korban tewas.

Ia mengatakan dari fakta-fakta yang telah diuraikan di atas maka pihaknya menarik kesimpulan bahwa korban meninggal dunia setelah melompat sendiri dari jembatan demi menghindari kejaran Polisi, sehingga tidak ada unsur tindak pidana di sana.

"Itu kesimpulan sementara dari hasil penyelidikan kami, jika memang nanti ada pihak yang mengajukan bukti serta bukti baru akan kami tampung dan penyelidikan dibuka kembali," katanya.