Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memelototi empat pengadaan liquified natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero). Upaya ini berkaitan dengan pengembangan kasus korupsi yang sedang ditangani.

“Untuk diketahui bahwa kami juga sedang mempelajari terkait dengan empat pengadaan LNG lainnya,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika melalui keterangan tertulis yang dikutip pada Kamis, 4 Juli.

Sementara dalam kesempatan terpisah, Tessa belum mau memerinci soal adanya keterlibatan perusahaan lain dalam proses pengadaan itu. Dia menyebut pendalaman dilakukan bertujuan mencari keterkaitan dengan kasus korupsi pengadaan yang sedang ditangani penyidik.

“Didalami pada perkara yang sedang berjalan saat ini,” ujarnya melalui pesan singkat.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan dua tersangka terkait pengembangan kasus korupsi pengadaan LNG di PT Pertamina (Persero). Mereka adalah Senior Vice President (SPV) Gas and Power Pertamina 2013-2014, Yenni Andayani dan Hari Karyulianto yang merupakan Direktur Gas Pertamina 2012-2014.
 


Keduanya, merupakan anak buah Karen saat menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero). Selain itu, mereka mendapat kuasa dari Karen untuk menandatangani perjanjian jual beli atau sales purchase agreement (SPA) LNG Train 1 dan Train 2 dari anak usaha Cheniere Energy, Inc., Corpus Christie Liquefaction, LCC atau CCL.

Adapun dalam kasus ini, eks Dirut PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan dituntut pidana 11 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. dia juga diminta membayar uang pengganti sebesar Rp1,09 miliar dan 104 ribu dolar Amerika serikat subsider 2 tahun penjara.

Sementara itu, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis pidana 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan. Karen melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Terhadap putusan ini, komisi antirasuah kemudian mengajukan banding. Mereka ingin agar Karen membayarkan uang pengganti.