Bagikan:

JAKARTA - Saksi kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Pulo Gebang, Jakarta Timur untuk program rumah uang muka (down payment/DP) Rp0 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Indra Arharrys mengungkapkan 11 surat terkait kasus tersebut dibuat dengan backdate alias penanggalan mundur.

Indra, mantan Senior Manager Divisi Usaha Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) itu, mengatakan penanggalan mundur dalam surat-surat tersebut dilakukan atas perintah mantan Direktur Utama PPSJ, Yoory Corneles.

"Karena memang mau ada pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) yang meminta untuk kelengkapan dokumen. Dokumen-dokumen yang belum ada, dilengkapi," ucap Indra dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dilansir ANTARA, Senin, 1 Juli.

Adapun 11 surat itu terdiri atas surat peninjauan lapangan, pemberitahuan rencana pemeriksaan lapangan, surat peminatan, surat undangan negosiasi harga, dokumen pleno, notula harga negosiasi, berita acara peninjauan lapangan, laporan penilaian atas penawaran lokasi, memo intern, surat undangan penandatanganan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB), serta penilaian tanah kosong.

Ia menuturkan seluruh surat itu berasal dari lintas divisi PPSJ dan digunakan hingga pelunasan pembayaran tanah. Adapun surat-surat tersebut dikumpulkan oleh mantan Kepala Satuan Pengawas Internal (SPI) PPSJ, Vera.

Saat meminta surat dengan penanggalan mundur terkait kasus itu, Indra menuturkan Yoory mengadakan rapat antara lain dengan mantan Junior Manager Divisi Pertanahan PPSJ, I Gede Aldi Pradana; mantan Junior Manager Sub Divisi Kerja Sama Usaha PPSJ, Farouk Maurice Arzby; serta mantan Senior Manager Divisi Umum dan SDM PPSJ Yadi Robby.

Selain ketiganya, dia menjelaskan rapat juga diikuti oleh banyak orang lainnya, namun dirinya tidak begitu ingat siapa saja.

"Tetapi sepertinya seingat saya ada Bu Vera juga yang ikut rapat," tuturnya.

Indra bersaksi dalam sidang pemeriksaan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Pulo Gebang, Jakarta Timur untuk program rumah uang muka Rp0 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang menjerat mantan Direktur Utama PPSJ, Yoory Corneles.

Sebelumnya, Yoory didakwa melakukan korupsi secara bersama-sama atau menyalahgunakan wewenang sehingga merugikan keuangan negara dengan total sebesar Rp256,03 miliar dalam kasus tersebut.

Yoory diduga melakukan korupsi bersama dengan pemilik manfaat PT Adonara Propertindo, Rudy Hartono dan Direktur Operasional PT Adonara Propertindo Tommy Adrian.

Dalam kasus korupsi itu, Yoory didakwa memperkaya diri sebesar Rp31,82 miliar, sedangkan Rudy memperkaya diri senilai Rp224,21 miliar, sehingga merugikan keuangan negara.

Atas perbuatannya, ketiganya didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).