Bagikan:

KUTAI - Ketua Serikat Mahasiswa Muslim Indonesia (SEMMI) Kutai Kartanegara Hasran telah mengambil langkah hukum terkait dengan dugaan pemalsuan dokumen yang melibatkan identitasnya dalam persyaratan bakal pasangan calon (bapaslon) independen Pilkada Kutai Kartanegara 2024.

"Laporan resmi telah diajukan ke Polres Kutai Kartanegara dan bawaslu setempat, menyusul penemuan KTP Hasran yang diduga digunakan tanpa izin untuk mendukung pasangan calon independen AYL-AZA," kata Hasran di Kutai Kartanegara, Antara, Senin, 1 Juli.  

Hasran kali pertama menyadari penggunaan KTP-nya saat melakukan verifikasi data di situs resmi KPU. Ia terkejut menemukan namanya terdaftar sebagai pendukung AYL-AZA dengan tanda tangan yang diduga palsu terlampir pada dokumen pendukung.

"Saya terkejut dan kecewa mengetahui KTP saya digunakan tanpa persetujuan saya. Lebih parah lagi, sudah tercatat di database KPU kabupaten," ungkap Hasran.

Menurut Hasran, kasus ini bukanlah yang kali pertama di Kutai Kartanegara sehingga dia menyesalkan praktik pemalsuan yang dapat merusak integritas proses demokrasi.

Hingga 25 Juni 2024, dia bersama kuasa hukumnya masih menunggu respons dari pihak kepolisian terkait dengan laporan yang telah diajukan. Sementara itu, kuasa hukum dari Hasran, Hendrich Juk Abeth, menambahkan bahwa laporan ini masih dalam tahap awal.

Sejak dimasukkan laporan, Hendrich mengaku masih menantikan panggilan lanjutan dari Polres Kutai Kartanegara.

"Laporan sudah kami masukkan, jadi tindak lanjutnya kami serahkan kepada pihak kepolisian. Akan tetapi, sejauh ini pihak kepolisian belum memanggil kami selaku pelapor," terang Hendrich.

Menurut Hendrich, tindakan ini jelas melanggar hukum. Kerugian yang mungkin ditimbulkan sehubungan dengan pemalsuan berdasarkan Pasal 263 KUHP tidak harus kerugian yang bersifat materiel, tetapi juga apabila kepentingan masyarakat.

Oleh karena itu, kata dia, Pasal 263 KUHP merupakan delik pemalsuan yang secara spesifik sangat penting bagi pergaulan masyarakat.

Ia mengemukakan bahwa proses terbitnya Silon itu harus ada KTP dan surat pernyataan pendukung.

"Nah, surat pernyataan pendukung itu diakui tidak pernah ditandatangani oleh korban. Maka dari itu, kami menjurus ke Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan," jelasnya

Hendrik juga menjelaskan bahwa kejadian ini tidak hanya menimpa Hasran, tetapi juga beberapa orang warga di kawasan Loa Kulu yang pada hari yang sama juga melayangkan laporan ke Polres Kutai Kartanegara.

"Warga Sebulu juga akan melayangkan laporan. Yang sudah melapor tidak hanya SEMMI, tetapi ada juga yang dari Loa Kulu," ungkapnya.

Ia mengatakan bahwa hal seperti ini sering terjadi sehingga perlu adanya efek jera karena ini dapat merusak proses demokrasi yang jujur dan adil.

"Artinya, kami ingin memberikan efek jera bagi oknum-oknum yang menggunakan KTP orang lain tanpa konfirmasi dari orang yang bersangkutan. Yang sangat luar biasa ini kalau terjadi pemalsuan," kata Hendrik.