Bagikan:

JAKARTA - Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) merespons Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntutnya dengan pidana penjara selama 12 tahun.

Menurutnya, jaksa tak mempertimbangkan kinerjanya dalam menghadapi krisis pangan yang terjadi di Indonesia di masa pandemi COVID-19.

"Tuntutan JPU yang 12 tahun untuk saya, saya melihat tidak mempertimbangkan situasi yang kami hadapi di mana Indonesia dalam posisi ancaman yang luar biasa. Menghadapi COVID, menghadapi krisis pangan dunia," ujar SYL usai persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat, 28 Juni.

Padahal, Presiden Joko Widodo dalam pidatonya menyampaikan sekitar 340 juta orang di dunia akan mengalami kelaparan. Sehingga, kala itu, SYL diminta melakukan langkah luar biasa agar Indonesia terhindar dari ancaman tersebut.

"Saya lihat ini semua tidak dipertimbangkan apa yang kita lakukan pada saat itu," ucapnya

"Ada El nino yang hantam seluruh dunia, ada penyakit yang datang tidak hanya COVID tapi antraks dan PMK. Harga kedelai naik, tahu naik, harga tempe naik, itu akan terjadi. Saya manuver ke sana," sambung SYL.

Ditegaskan SYL, semua yang dilakukannya bukan untuk kepentingan pribadinya. Mulai dari sewa pesawat dan lainnya disebut untuk menujang tindakannya agar Indonesia tak dalam kondisi krisis pangan.

"Semua yang dilakukan di Kementan dengan nilai Rp44 miliar itu dibandingkan kontribusi Kementan setiap tahun di atas Rp2.400 triliun, yang kau cari Rp44 miliar selama 4 tahun dan itu semua untuk sewa pesawat, helikopter, itu pribadi kah? perjalanan dinas ke luar negeri itu pribadi kah?" tegas SYL.

Karenanya, SYL akan menyampaikan semua yang telah dilakukannya untuk bangsa dan negara dalam persidangan selanjutnya. Eks mentan itu berharap majelis hakim bisa memahami semua tindakanya tersebut.

"Tapi biarlah proses hukum. Saya percaya pada KPK, pada proses yang ada. Oleh karena itu besok pada saat pembeleaan akan saya sampaikan semua yang alami tentang aturan tentang seperti apa yang terjadi di Kementan," kata SYL.