KEPRI - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Riau (Kepri) membebaskan tiga tersangka perkara tindak pidana penadahan melalui keadilan restoratif.
Kasi Penkum Kejati Kepri Denny Anteng Prakoso mengatakan, keadilan restoratif ini tercipta berdasarkan pengajuan Kejaksaan Negeri (Kejari) Bintan.
"Kejari Bintan mengajukan satu perkara penadahan dengan tiga tersangka yang dimohonkan untuk diterapkan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif," katanya di Tanjungpinang, Kepri, Senin 24 Juni, disitat Antara.
Denny menyebut nama ketiga tersangka dalam perkara tindak pidana orang dan harta benda (oharda), yakni Fajar Agusti bin M. Sadri Saputra, Silvi Tiara Putri binti Razali, dan Rangga Saputra Als Apek bin Muhamad.
Perbuatan ketiga tersangka melanggar Pasal 480 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang tindak pidana penadahan.
"Permohonan keadilan restoratif atas ketiga tersangka telah disetujui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI," kata Denny.
Ia menjelaskan, penghentian penuntutan perkara penadahan tersebut dengan alasan dan pertimbangan menurut hukum terhadap pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yang telah memenuhi syarat, antara lain, ada proses perdamaian, tersangka sudah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
Tersangka belum pernah dihukum atau baru kali pertama melakukan tindak pidana, dan ancaman pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun.
"Kesepakatan perdamaian tanpa syarat, kedua belah pihak sudah saling memaafkan dan tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya. Korban tidak ingin perkaranya dilanjutkan ke persidangan," ujar Denny.
Selain itu, lanjut dia, penyelesaian perkara ini juga mempertimbangkan faktor sosiologis, masyarakat merespons positif penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
BACA JUGA:
Usai dikabulkan penghentian penuntutan perkara tersebut, Kepala Kejari Bintan harus segera memproses penerbitan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2) yang berdasarkan keadilan restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum dan kemanfaatan hukum. Hal ini sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Ia menambahkan bahwa Kejati Kepri melakukan penyelesaian perkara tindak pidana dengan mengedepankan keadilan restoratif yang menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan keseimbangan perlindungan, kepentingan korban, maupun pelaku tindak pidana yang tidak berorientasi pada pembalasan.
Hal itu, kata dia, merupakan suatu kebutuhan hukum masyarakat dan sebuah mekanisme yang harus dibangun dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan dan pembaharuan sistem peradilan dengan memperhatikan azas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat.
"Melalui kebijakan restorative justice ini diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan. Meskipun demikian, perlu juga untuk digarisbawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi perbuatan pidana," tandasnya.