Bagikan:

BANDUNG - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat menerapkan keadilan restoratif dengan menghentikan proses hukum sebanyak 53 perkara dalam waktu lima bulan sejak Januari hingga Mei 2023.

Kepala Kejati Jawa Barat Ade Tajudin Sutiawarman mengatakan penyetopan perkara itu dilakukan berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

"Restorative justice merupakan program unggulan Kejaksaan dalam menegakkan keadilan sesuai dengan jargon Kejaksaan tajam ke atas, humanis ke bawah," kata Ade di Bandung, Jawa Barat, Antara, Rabu, 31 Mei. 

Ade menjelaskan penghentian proses hukum itu yakni berarti pihak jaksa menyetop kegiatan penuntutan terhadap sejumlah tersangka atau terdakwa.

Menurutnya jumlah kasus yang disetop karena keadilan restoratif itu meningkat jumlahnya pada tahun 2023. Karena, kata dia, pada tahun sebelumnya hanya ada 18 perkara yang dihentikan selama Januari hingga Mei 2022.

"Beberapa perkara yang dihentikan penuntutannya melalui restorative justice diantaranya perkara pencurian, penadahan, penganiayaan, dan perkara lainya," kata dia.

Menurutnya perkara-perkara yang disetop itu merupakan perkara yang cukup sederhana. Sehingga Ade menilai upaya musyawarah harus diutamakan.

Meski begitu, dia pun menekankan bahwa penerapan keadilan restoratif itu bukan berarti masyarakat bisa bersikap seenaknya. Justru, kata dia, masyarakat harus lebih sadar dengan adanya ancaman hukum.

"Sehingga diharapkan dengan adanya program restorative justice ini, kesadaran hukum masyarakat terus meningkat," kata Ade.