Bagikan:

ACEH - Kejaksaan Negeri Bireuen, Provinsi Aceh, menghentikan penuntutan terhadap dua perkara melalui keadilan restoratif atau penyelesaian perkara di luar pengadilan setelah para pelaku dan korban sepakat berdamai.

Kepala Kejari Bireuen Munawal Hadi mengatakan, penghentian penuntutan dua perkara tersebut setelah mendapat persetujuan dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung, Fadil Zumhana.

"Ada dua perkara yang penuntutannya dihentikan setelah Jampidum menyetujuinya. Dua perkara tersebut, yakni penadahan dan penganiayaan," katanya di Banda Aceh, dilansir dari Antara, Selasa, 5 Agustus.

Munawal mengatakan, perkara penadahan dengan tersangka berinisial A yang disangkakan melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana empat tahun penjara.

Sedang perkara penganiayaan dengan tersangka berinisial F yang disangkakan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman dua tahun delapan bulan penjara.

Penghentian penuntutan dua perkara tersebut melalui keadilan restoratif karena para tersangka baru pertama melakukan tindak pidana serta ancaman hukumannya tidak lebih dari lima tahun

"Selain itu, para tersangka mengakui kesalahannya dan telah meminta maaf kepada korban serta berjanji tidak mengulangi perbuatannya. Korban juga memaafkan tersangka dan tidak akan menuntut kembali," kata Munawal.

Selanjutnya, kata Munawal, pihaknya segera menerbitkan surat penetapan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Agung RI sebagai perwujudan kepastian hukum.

"Dengan dihentikannya penuntutan dua perkara tersebut maka Kejari Bireuen sudah melaksanakan penghentian penuntutan melalui keadilan restoratif sebanyak 23 perkara," kata Munawal Hadi.