JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Mahfud MD, bicara soal kerusakan dalam momen perayaan Iduladha 1445 H.. tahun ini. Mahfud mengingatkan pesan dari Imam Al Ghazali tentang pentingnya rakyat, pemerintah dan kaum intelektual tertib jika ingin sebuah negara itu baik. Dia menekankan, bahwa rakyat yang rusak bisa disebabkan dari pemerintah atau intelektual yang rusak.
"Di berbagai negara itu rusaknya rakyat itu mula-mula disebabkan rusaknya pemerintah, munculnya pemerintahan yang sewenang-wenang dan tidak adil, rakyat rusak, coba kalau pemerintahnya adil, tidak sewenang-wenang, rakyat tentram," ujar Mahfud dalam podcast Terus Terang Mahfud MD yang tayang di kanal YouTube Mahfud MD Official, Selasa, 18 Juni.Mantan Menkopolhukam itu mengatakan, jika pemerintah bersikap tidak adil maka akibatnya akan timbul kerusakan di tengah masyarakat. Namun, Mahfud menyampaikan, pemerintah bisa rusak apabila kaum intelektual, ulama, ilmuwan atau cendekiawan rusak.
Contohnya, kata Mahfud, ulama-ulama atau intelektual-intelektual yang suka memberi fatwa pesanan atau survei bayaran. Bagi Mahfud, survei sendiri itu bagus. Bahkan, ketika survei sempat dilarang lewat UU dan diuji ke MK, Mahfud pula yang memutus kalau survei dibolehkan.
"Oleh sebab itu, boleh survei, boleh quick count, saya yang memutuskan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 9 Tahun 2009. Ketika survei dilarang, saya yang katakan penting itu survei sesuai Pasal 28 F Undang-Undang (UU) Informasi dan Keterbukaan Publik, tapi survei harus bertanggung jawab juga karena itu produk ilmiah," jelas Mahfud.
Hal ini, lanjutnya, berlaku pula bagi kaum intelektual seperti ulama. Mahfud menekankan, pemerintah yang meminta pembenaran kepada ulama dengan cara-cara palsu, membuat fatwa palsu dengan bayaran membuat kehadiran ulama itu pada akhirnya menjadi penyebab kerusakan negara.
"Sehingga, disebut ulama itu rusak, cendekiawan rusak, ilmuwan rusak karena mereka cinta kedudukan dan harta, cinta mendapat citra baik sebagai ilmuwan, sebagai ulama dan sebagainya. Itu yang menyebabkan negara itu tidak baik," kata Mahfud.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2008-2013 itu mengingatkan, Idul Adha bisa pula dimaknai sebagai cara-cara kita membangun Indonesia yang dibangun dengan kebaikan. Lalu, membangun prasyarat kebaikan bagi rakyat, bagi pemerintah dan bagi intelektual.
BACA JUGA:
Kadang, kata Mahfud, rakyat rusak tidak bisa disalahkan karena menjadi dampak dari rusaknya pemerintah dan rusaknya intelektual. Pemerintah rusak karena intelektual yang memberi pembenaran dan memberi informasi sepihak tanpa memikirkan bahayanya.
"Padahal, kalau dalam kita beragama dalilnya usul fiqh, menghindari kerusakan itu harus didahulukan daripada meraih kebaikan. Jadi, kalau kita menjaga lingkungan hitung dulu dong kerusakannya," ucap Mahfud.
Sayangnya, tambah Mahfud, hari ini dalam pemerintahan kerap terjadi mereka menjadikan intelektual untuk mencari pembenaran. Misalnya, ketika ingin mengeksploitasi satu daerah mereka malah membayar intelektual untuk membuat hukumnya, membuat analisis datanya dan lain-lain.
"Kan rusak, itulah sebabnya pemerintah menjadi rusak. Ilmuwan rusak karena senang uang dan kedudukan yang dipuji orang, ilmuwan rusak, pemerintah rusak, rakyatnya jadi kacau balau," kata Mahfud.