Bagikan:

JAKARTA - Sebagian masyarakat masih mengkhawatirkan efek samping vaksin COVID-19. Hal itu memunculkan narasi liar di media sosial yang menganjurkan untuk melakukan detoksifikasi vaksin COVID-19.

Detoksifikasi diartikan sebagai upaya membersihkan, menetralkan, atau mengeluarkan zat racun atau toksin dari dalam tubuh. Jadi, narasi tersebut menyarankan agar masyarakat membersihkan racun yang terkandung dalam vaksin.

Sejumlah cara yang dianjurkan yakni cuci darah berulang kali. Dianjurkan juga untuk melakukan mandi dengan boraks, soda kue, atau garam epsom.

Menanggapi hal itu, Ketua Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI) Hinky Hindra Irawan Satari menegaskan bahwa anjuran tersebut tidak benar.

Hinky menegaskan, cuci darah itu menetralisir toksin-toksin. Sementara, vaksin disuntikkan ke dalam tubuh akan membentuk antibodi, bukan toksin.

"Maka, yang namanya cuci darah bukan buat mengeluarkan antibodi, melainkan mengeluarkan zat racun. Kalau sifatnya bukan racun, ya, tidak akan keluar, karena bermanfaat bagi tubuh," kata hinky dalam keterangannya, Minggu, 9 Juni.

Lalu Hinky menekankan bahwa soda kue berfungsi untuk menetralisir asam, sedangkan bahan pembersih seperti boraks dapat bersifat karsinogenik yang dapat menimbulkan kanker.

"Jadi, bukannya menyelesaikan masalah, justru akan menambah masalah kesehatan,” ungkap dia.

Lagipula, Hinky mengungkapkan vaksin COVID-19 yang disuntikkan merupakan mikroorganisme atau komponen virus yang diinaktivasi atau dilemahkan. Tujuannya, untuk membentuk kekebalan tubuh atau menghasilkan antibodi.

“Jadi, (divaksinasi) tidak ada racun dan antibodi tidak bisa dinetralisir. Bukan dinetralisir, ya, tapi kalau ada virus masuk, benda asing atau patogen masuk, dia akan menetralisir. Oleh karena itu, tidak ada istilah detoksifikasi pada vaksin," tegasnya.