JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita ratusan kendaraan terdiri dari mobil dan motor hingga uang mencapai miliaran rupiah terkait dugaan gratifikasi dan pencucian uang eks Bupati Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, Rita Widyasari.
Langkah ini dilakukan setelah menggeledah sejumlah tempat di Jakarta, Kota Samarinda hingga Kabupaten Kutai Kertanegara.
“Penggeledahan dilakukan pada sembilan kantor dan 19 rumah,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 8 Juni.
Tessa memerinci penggeledahan di wilayah Jakarta dan sekitarnya dilaksanakan pada 13-17 Mei. Sementara di Kota Samarinda dan Kabupaten Kutai Kertanegara dilaksanakan pada 27 Mei hingga 6 Juni.
Hasilnya, penyidik menyita 72 mobil dan 32 motor; tanah dan bangunan di enam lokasi; dan uang dalam pecahan rupiah sebesar Rp6,7 miliar serta Rp2 miliar dalam bentuk pecahan dolar Amerika Serikat dan lainnya.
Tak hanya itu, Tessa juga menyebutkan ditemukan dokumen hingga bukti elektronik. Jumlahnya juga mencapai ratusan yang kemudian akan dianalisa karena diduga berkaitan dengan kasus yang menjerat Rita.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, KPK untuk mengusut kasus gratifikasi dan pencucian uang eks Bupati Kutai Kertanegara Rita Widyasari turut menggeledah rumah Said Amin yang merupakan pengusaha tambang batu bara di Samarinda, Kalimantan Timur. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan penggeledahan pada Kamis, 6 Juni.
Alexander menyebut penyidik tidak pulang dengan tangan kosong. Katanya, ada belasan mobil yang disita dari upaya paksa itu.
Dalam kasus ini, Rita Widyasari ditetapkan sebagai tersangka bersama Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin pada 16 Januari 2018. Keduanya diduga mencuci uang dari hasil gratifikasi proyek dan perizinan di Pemprov Kutai Kertanegara senilai Rp436 miliar.
Rita saat ini menjadi penghuni Lapas Perempuan Pondok Bambu, Jakarta Timur karena terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp110,7 miliar dan suap hingga Rp6 miliar dari para pemohon izin dan rekanan proyek. Ia harus menjalani hukuman 10 tahun penjara yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor Jakarta pada 6 Juli 2018.