Bagikan:

JAKARTA - Kepala Satpol PP DKI Jakarta Arifin memberi penjelasan soal rencana pengenaan denda maksimal Rp50 juta kepada warga Jakarta yang membiarkan rumahnya menjadi sarang nyamuk.

Arifin menegaskan, denda tersebut baru akan dikenakan jika warga berkali-kali membiarkan rumahnya kedapatan jentik nyamuk saat pemeriksaan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).

"Tidak benar Satpol PP akan langsung mengenakan sanksi denda Rp 50 juta kepada warga yang rumahnya kedapatan jentik, karena ada tahapan-tahapannya," kata Arifin dalam keterangannya, Kamis, 6 Juni.

Sebagai upaya pengendalian penyakit demam berdarah, Arifin menyebut pihaknya tengah menyosialisasikan kembali Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) kepada masyarakat.

Ia melanjutkan, sosialisasi Perda 6/2007 dilakukan untuk mengingatkan dan mendorong semua pihak agar turut berperan aktif mencegah penyakit DBD.

"Perda tersebut memuat aturan dan kewajiban bagi seluruh masyarakat untuk berperan serta aktif mendukung maupun melakukan upaya bersama dalam rangka pencegahan DBD, termasuk kewajiban bagi perangkat daerah terkait," ucap Arifin.

Sebelumnya, Kasatpol PP Kota Jakarta Timur, Budhy Novian menjelaskan, penerapan sanksi denda pada warga yang membiarkan rumahnya jadi sarang jentik dikenakan setelah sanksi awal. Pertama, ketika ditemukan adanya jentik saat kegiatan PSN, warga di rumah tersebut akan diberi surat peringatan pertama (SP1).

"Pemberian surat peringatan sudah mulai diterapkan, Jumat, 31 Mei kemarin. Tercatat ada 24 warga yang diberikan SP1 karena rumahnya ditemukan jentik nyamuk saat PSN. Paling banyak di Kecamatan Ciracas, Jatinegara dan Matraman," kata Budhy.

Kemudian, jika masih ditemukan adanya jentik nyamuk saat PSN berikutnya, yang bersangkutan akan dikenakan SP2. Lalu, sanksi denda dibebankan saat masih membiarkan adanya jentik nyamuk setelah peringatan kedua.

"Pendekatan utama untuk menekan angka DBD ini adalah pemberdayaan masyarakat. Denda Rp50 juta adalah upaya terakhir," pungkas Budhy.