Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga pengadaan kamera pengawas atau CCTV program Bandung Smart City disiasati dan keuntungannya dinikmati para tersangka. Dugaan ini ditelisik dari Eks Wali Kota Bandung Yana Mulyana.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan Yana diperiksa di Lapas Kelas I Sukamiskin Bandung, Jawa Barat pada Selasa, 4 Juni. Penyidik dalam kesempatan itu turut menggarap dua orang lainnya, yaitu DPRD Bandung Tomtom Dabbul Qamar dan eks Kepala BPKAD Bandung Herry Nurhayati.

“Dikonfirmasi antara lain terkait dugaan adanya kesepakatan dari para pihak yang ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini untuk menyiasati beberapa item anggaran secara melawan hukum sehingga dinikmati oleh berbagai pihak,” kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 5 Juni.

Selain itu, keterangan yang sama juga didalami penyidik dari lima saksi lainnya. Mereka adalah Kasubag TU BLUD Angkutan Ade Surya; Kasubag Umum dan Kepegawaian Mia Mayasari; Kasi Pengendalian dan Ketertiban Apep Muhammad Solehudin; Rini Januanti yang merupakan ibu rumah tangga; dan swasta bernama Hari Budiarto.

“(Pemeriksaan, red) bertempat di Balai Pengembangan Kompetensi PUPR Wilayah IV Bandung. Tim penyidik telah selesai memeriksa saksi-saksi,” tegas Ali.

Diberitakan sebelumnya, KPK mengembangkan dugaan korupsi terkait pengadaan CCTV program Bandung Smart City. Dikabarkan ada tersangka yang sudah ditetapkan yaitu Sekretaris Daerah Kota Bandung Ema Sumarna yang belakangan mundur.

Sementara itu, Yana Mulyana juga terjerat dalam kasus ini dan dinyatakan bersalah karena menerima gratifikasi dalam kasus proyek pengadaan CCTV pada Dinas Perhubungan Kota Bandung. Dia dihukum vonis empat tahun penjara dan membayar denda Rp Rp200 juta subsider tiga bulan penjara.

Majelis hakim menyatakan Yana Mulyana terbukti menerima gratifikasi berupa uang dan fasilitas ke Thailand dari Benny selaku Direktur PT Sarana Mitra Adiguna (SMA), Andreas Guntoro selaku Vertical Slution Manager PT SMA, dan Sony Setiadi selaku Direktur PT Citra Jelajah Informatika (CIFO). 

Selain itu, dia juga divonis pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama dua tahun sejak dia selesai menjalani pidana pokoknya.