Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan adanya oknum yang berpeluang memanfaatkan izin tambang sehingga berujung praktik rasuah.

Hal ini disampaikan Kepala gian Pemberitaan KPK Ali Fikri ketika disinggung soal pemberian izin bagi organisasi masyarakat (ormas) mengelola tambang dari pemerintah. Awalnya, dia mengingatkan pentingnya pengelolaan yang mengikuti aturan berlaku.

"Poin pentingnya dalam pengelolaan tambang adalah aturan-aturan yang harus di atau melingkupinya itu harus dipatuhi," kata Ali kepada wartawan seperti dikutip pada Rabu, 5 Juni.

Ali bilang aturan yang ada tak boleh ditabrak untuk mencegah adanya praktik korupsi terkait pertambangan yang dilakukan oknum. Kejadian semacam ini disebutnya banyak terungkap di dalam persidangan.

"Kita bicara secara luas dan faktanya ada, misalnya, ternyata banyak oknum-oknum yang memanfaatkan dari izin pertambangan," tegasnya.

"Itu kan fakta-fakta yang sering muncul pada proses persidangan," sambung juru bicara berlatar belakang jaksa tersebut.

Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara pada Kamis, 30 Mei.

Pasal 83A ayat (1) PP Nomor 25 Tahun 2024 mengizinkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan seperti, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah bisa mengelola wilayah izin pertambangan khusus (WIUPK).

WIUPK merupakan wilayah yang diberikan kepada pemegang izin. Berdasarkan Pasal 83A ayat (2), WIUPK yang dapat dikelola oleh badan usaha ormas keagamaan merupakan wilayah tambang batu bara yang sudah pernah beroperasi atau sudah pernah berproduksi.

Meski begitu berdasarkan Pasal 83A ayat (5), badan usaha ormas keagamaan yang memegang wilayah tersebut dilarang bekerja sama dengan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) atau terhadap perusahaan maupun pihak-pihak yang terafiliasi oleh perusahaan sebelumnya.

Penawaran WIUPK kepada badan usaha ormas keagamaan berlaku terbatas, yakni hanya lima tahun sejak PP Nomor 25 Tahun 2024 berlaku. Sehingga, proses ini hanya berlaku sampai 30 Mei 2029.