Bagikan:

JAKARTA - Sebuah obat flu asal Jepang mencuat namanya. Favipiravir, yang menurut otoritas medis China efektif untuk pasien COVID-19. Benarkah demikian? Seperti apa obatnya?

Favipiravir adalah obat yang digunakan untuk menangani flu jenis baru di Jepang. Seorang pejabat Kementerian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi China, Zhang Xinmin mengatakan, Favipiravir yang dikembangkan oleh anak perusahaan Fujifilm telah menunjukkan hasil menggembirakan dalam uji klinis yang melibatkan 340 pasien di Wuhan dan Shenzhen.

Dalam keterangannya, Zhang juga mengatakan, pasien di Shenzen rata-rata sembuh selama empat hari setelah diberi obat ini, dibandingkan dengan mereka yang tak mengonsumsi obat ini dengan rata-rata masa pemulihannya sebelas hari.

"Ini memiliki tingkat keamanan yang tinggi dan efektif dalam perawatan," kata Zhang, sebagaimana dikutip dari The Guardian, Jumat, 20 Maret.

Selain itu, para pasien yang diobati dengan Favipiravir tersebut juga mengalami peningkatan kondisi paru-paru sekitar 91 persen. Sementara, yang tidak menggunakan obat ini hanya mengalami peningkatan sekitar 62 persen.

Akibat komentar Zhang, saham perusahaan produsen obat ini Fujifilm Toyama Chemical naik 14,7 persen. Namun, pihak perusahaan sendiri justru enggan untuk mengomentari klaim tersebut. Sementara itu, menurut testimoni otoritas Jepang, mereka mendapat hasil tak begitu menggembirakan ketika menguji klinis obat yang sama pada pasien COVID-19 dengan gejala ringan hingga sedang.

Menurut pihak Kementerian Kesehatan Jepang, obat itu tidak efektif pada orang dengan gejala yang lebih parah. "Kami telah memberi Avigan --nama brand obat Favipiravir-- kepada 70 hingga 80 orang. Namun, tampaknya tidak berfungsi dengan baik ketika virusnya sudah berlipat ganda," kata pihak Kemenkes Jepang.

Bukan cuma untuk COVID-19. Pada 2016, pemerintah Jepang juga telah memasok Favipiravir sebagai bantuan darurat untuk menghadapi wabah virus Ebola di Guinea. Favipiravir sebenarnya dibuat untuk mengobati flu. Karenanya, apabila akan digunakan dengan skala penuh pada pasien COVID-19, maka perlu persetujuan pemerintah terlebih dahulu. 

Salah seorang pejabat kesehatan Jepang bilang, izin dari pemerintah untuk mengalihfungsikan obat tersebut bisa keluar pada awal Mei. "Namun jika hasil penelitian klinis tertunda, persetujuan juga bisa ditunda."