Bagikan:

JAKARTA - Polisi menetapkan satu orang tersangka berinisial YHS terkait kasus pembabatan hutan secara ilegal di hutan Desa Sungai Uluk Palin, Kecamatan Putussibau Selatan, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar).

"Tersangka membuka usaha dan menggarap kayu di hutan produksi terbatas Desa Sungai Uluk Palin," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Inspektur Polisi Satu (Iptu) Rinto Sihombing di Putussibau, Kapuas Hulu, Kalbar, Kamis 30 Mei, disitat Antara.

Dari persoalan tersebut, pihaknya telah mengamankan sejumlah kayu olahan sebagai barang bukti dan melakukan pengecekan ke lokasi penebangan kayu secara liar.

Persoalan tersebut terungkap atas laporan warga dan pengurus adat Desa Sungai Uluk Palin yang merasa dirugikan oleh perbuatan tersangka yang membabat hutan.

Bahkan, sebelum persoalan tersebut dilaporkan ke pihak kepolisian, pengurus adat Desa Sungai Uluk Palin menjatuhkan hukuman adat 36 gram emas terhadap tersangka sesuai hukum adat setempat, yang jika digantikan bentuk uang sebesar Rp39,6 juta serta tuntutan adat tersangka harus membayar Rp500 ribu persatu tunggu tebangan kayu.

Namun, tersangka tidak menyanggupi membayar hukum adat tersebut, hingga akhirnya persoalan tersangka dilaporkan ke Polres Kapuas Hulu.

Rinto mengatakan, dari hasil penyelidikan dan penyidikan tersangka YHS diduga melakukan pembabatan hutan secara ilegal dengan menurunkan sejumlah karyawan (penebangan kayu) ke hutan Desa Sungai Uluk Palin.

Berdasarkan hasil pemeriksaan lokasi oleh ahli dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah III dengan menggunakan receiver global positioning system (GPS) garmin 76 CSx dan juga berdasarkan peta sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan nomor SK.733/Menhut-II/2014, Tanggal 2 September 2014 Tentang kawasan hutan dan konservasi perairan Provinsi Kalimantan Barat, bahwa lokasi penebangan kayu tersebut berada pada kawasan hutan produksi terbatas Loban Papau-Nanga Sibau.

"Tersangka mengambil kayu untuk dijual kembali, namun tersangka tidak memiliki perizinan berusaha pemanfaatan hutan dari menteri," kata Rinto.

Atas kasus tersebut, tersangka dijerat pasal 83 ayat (1) huruf "a" Jo pasal 12 huruf "d" Undang-Undang nomor 18 Tahun 2013, Tentang tindak pidana di bidang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan sebagai mana telah diubah dalam pasal 37 angka 13 Jo angka 3 Undang-Undang nomor 6 tahun 2023 Tentang penetapan Peraturan Pemerintah oengganti Undang-Undang nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

"Tersangka terancam kurungan penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500 ribu dan paling banyak Rp2,5 miliar," ujar Rinto.