Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) mengapresiasi sikap Mendikbud Nadiem Makarim yang bakal merevisi Peta Jalan Pendidikan 2020-2035 dengan memasukkan frasa agama. Meski respons Mendikbud ini disebut HNW lamban.

“Sikap Mendikbud untuk merevisi draft itu merupakan langkah benar dan sudah seharusnya dilakukan. Sebelum publik bereaksi, kritik sebenarnya sudah disampaikan oleh Komisi X DPR, mitra kerja Kemendikbud, sejak Januari 2021. Sayangnya tidak mendapatkan respons positif yang cepat dari Kemendikbud,” ujar Hidayat dalam keterangannya, Jika, 12 Maret. 

Menurut HNW, Mendikbud tidak cukup untuk menggantikan konstitusionalisasi penyebutan frasa agama dalam draft.  

Bila merujuk pasal 31 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 memang hanya disebutkan iman, takwa dan akhlak mulia. Tetapi menurut HNW, Pasal 31 ayat (5) secara eksplisit menyebutkan ‘agama’, dikaitkan dengan Pendidikan Nasional, selain penyebutan frasa ‘budaya’. 

"Demikian juga UU No. 20/2003 Pasal 1 angka 2 malah secara eksplisit lebih dahulu menyebut agama sebelum menyebut budaya dikaitkan dengan pendidikan nasional," ujar dia. 

Hidayat menambahkan, rujukan konstitusional tidak hanya menyebutkan frasa budaya secara eksplisit dikaitkan dengan pendidikan, tetapi juga menyebutkan frasa agama. 

Karena itu, menurut dia, sudah seharusnya peraturan perundangan di bawahnya wajib mengikuti dan tidak malah membuat ketentuan yang tidak sejalan dengan konstitusi dan UU tersebut. 

"Kesalahpahaman berpikir ini dirasakan HNW, menjadi pangkal dari berbagai kebijakannya yang seakan alergi dengan penyebutan agama," kata politikus PKS ini.

Selain PJP, anggota Komisi VIII DPR ini berharap, sikap akomodatif Menteri terhadap draft Peta Jalan Pendidikan juga diterapkan pada Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Mendikbud, Menag dan Mendagri tentang Seragam Sekolah berbasis keagamaan karena tidak sejalan dengan konstitusi. 

“Jadi, sudah sepatutnya jika SKB yang tidak sesuai dengan Pasal 31 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 soal pendidikan yang meningkatkan keimanan ketakwaan dan akhlak mulia, serta tidak sesuai dengan Pasal 32 ayat (1) soal negara yang menjamin masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan  nilai-nilai budayanya, termasuk dalam hal berpakaian,"  kata HNW.