Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyoroti inkonsistensi Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang membebaskan Hakim Agung Gazalba Saleh dari dakwaan pencucian uang.

Hal ini disampaikan Ghufron saat disinggung adanya kemungkinan tindak pidana pada putusan tersebut. Meski tak menjawab secara tegas, dia menyoroti baru kali ini hakim mempermasalahkan delegasi dari Jaksa Agung.

“Itu kan yang tampak di permukaan ada inkonsistensi bahwa beliau telah memutus banyak perkara yang saya sebut tadi dua itu di antaranya. Sebelum-sebelumnya sudah banyak tetapi saat ini ketika perkara Pak Gazalba (Jaksa KPK, red) dinyatakan tak berwenang,” kata Ghufron kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 28 Mei.

Sebagai informasi, hakim yang menangani perkara pencucian uang Gazalba adalah Fahzal Hendri, Rianto Adam Pontoh, dan hakim Ad Hoc Sukartono. Adapun Fahzal dan Rianto merupakan hakim dalam perkara pemerasan dan gratifikasi eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.

Ghufron menyebut langkah hakim mempermasalahkan tidak ada surat delegasi Jaksa Agung terhadap Direktur Penuntutan dan Jaksa Penuntut KPK ini tak tepat. “Ini bukan forum perdata, bukan forum hakim privat,” tegasnya.

“Tetapi pengadilan pidana yang pada saat itu hakim harus aktif menilai bahwa apakah yang mengajukan dakwaan terhadap terdakwa adalah subyek atau pejabat yang berwenang? Itu adalah tugas dari hakim,” sambung Ghufron.

 

Atas inkonsistensi itu maka KPK bakal mengajukan banding terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor yang membebaskan Gazalba ke Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta. Ghufron bilang pimpinan dan pejabat di KPK sudah mengadakan rapat.

“Kami menyatakan tidak sepakat ataupun tidak menerima atas pandangan hakim yang mengatakan bahwa perlu delegasi,” ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Tipikor Jakarta memerintahkan KPK untuk membebaskan Hakim Agung Gazalba Saleh dalam persidangan yang digelar pada hari ini, Senin, 27 Mei. Perintah ini muncul setelah eksepsi yang diajukan dikabulkan.

“Mengadili, satu, mengabulkan nota keberatan dari tim penasihat hukum terdakwa Gazalba Saleh,” kata Majelis Hakim Fahzal Hendri.

Eksepsi ini dikabulkan karena hakim menilai jaksa pada KPK belum menerima penunjukkan dari Jaksa Agung. Sehingga, surat dakwaan yang disampaikan tak dapat diterima.

Putusan ini kemudian menimbulkan reaksi keras dari Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Ia bahkan minta Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) dan Komisi Yudisial (KY) memeriksa majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang menyidangkan kasus tersebut.