JAKARTA - Korea Utara menyatakan upaya terbaru dalam meluncurkan roket baru yang membawa satelit pengintai militer milik negara tersebut berakhir dengan kegagalan akibat ledakan roket di udara selama penerbangan tahap pertama.
Wakil Direktur Jenderal Administrasi Teknologi Dirgantara Nasional Korea Utara (NATA) mengatakan roket yang membawa satelit, Malligyong-1-1, meledak setelah lepas landas dari Landasan Peluncuran Satelit Sohae di pantai barat laut negara itu pada Senin (27/5), menurut laporan Kantor Berita Pusat Korea (KCNA).
Peluncuran tersebut dilakukan hanya beberapa jam setelah Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida dan Perdana Menteri Chian Li Qiang mengadakan pertemuan puncak trilateral di Seoul, dan menegaskan kembali komitmen mereka mendorong perdamaian di Semenanjung Korea.
Peluncuran tersebut bertentangan dengan peringatan dan kritik internasional bahwa setiap peluncuran yang menggunakan teknologi rudal balistik, termasuk kendaraan peluncuran luar angkasa, bertentangan dengan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
“Peluncuran gagal akibat ledakan udara dari roket pembawa satelit tipe baru selama penerbangan tahap pertama,” demikian laporan KCNA, mengutip pejabat NATA dilansir ANTARA dari Yonhap-OANA, Selasa, 28 Mei.
Pemeriksaan awal oleh para ahli dari komite persiapan peluncuran Korea Utara menyimpulkan bahwa kecelakaan itu disebabkan oleh keandalan operasional mesin oksigen cair plus minyak bumi yang baru, kata pejabat itu.
Penyebab kegagalan lainnya juga akan diperiksa, menurut laporan KCNA.
Tak lama setelah peluncuran, Kepala Staf Gabungan Korea Selatan (JCS) mengatakan bahwa roket Korea Utara berakhir dalam bentuk puing-puing, yang merupakan indikasi peluncuran satelit tidak berjalan dengan baik.
Kepala Staf Gabungan mendeteksi roket diluncurkan ke arah selatan melintasi Laut Kuning dari daerah Tongchang-ri di barat laut negara itu sekitar pukul 22.44 waktu setempat pada Senin.
Pyongyang sebelumnya memberi tahu Jepang tentang rencana peluncuran satelit sebelum tanggal 4 Juni dan menetapkan tiga wilayah, di mana puing-puing roket akan jatuh, sebagai tindakan pencegahan demi keselamatan.
Peluncuran terjadi pada hari pertama dari jendela peluncuran delapan hari.
Korea Utara berencana meluncurkan tiga satelit ke orbit tahun ini. Pada November 2023, mereka berhasil menempatkan satelit mata-mata militer pertamanya ke orbit.
BACA JUGA:
Segera setelah peluncuran tersebut, Kantor Keamanan Nasional kepresidenan memberi pengarahan kepada Presiden Korea Selatan Yoon mengenai hal tersebut. Penasihat Keamanan Nasional Chang Ho-jin memimpin pertemuan pejabat senior keamanan presiden.
Para peserta pertemuan mengecam peluncuran tersebut sebagai pelanggaran terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB, dan tindakan provokatif yang mengancam perdamaian dan keamanan di Semenanjung Korea, di Asia Timur Laut dan komunitas internasional, menurut kantor tersebut.
Komando Indo-Pasifik Amerika Serikat mengkritik peluncuran roket Korea Utara, dengan mengatakan pihaknya menilai situasi melalui koordinasi yang erat dengan sekutu dan mitra.
“Kami menyadari peluncuran Korea Utara pada tanggal 27 Mei menggunakan teknologi rudal balistik, yang merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap beberapa resolusi Dewan Keamanan PBB, meningkatkan ketegangan dan berisiko mengganggu stabilitas situasi keamanan di kawasan dan sekitarnya,” kata komando tersebut dalam sebuah pernyataan.
Pada Senin, 27 Mei, militer Korea Selatan memperingatkan mereka akan mengambil langkah-langkah kuat sebagai tanggapan terhadap rencana peluncuran Korea Utara, dan mengadakan latihan udara yang melibatkan jet tempur canggih, di dekat perbatasan antar-Korea untuk unjuk kekuatan.
Peluncuran yang gagal ini terjadi meskipun ada spekulasi bahwa peningkatan kerja sama militer antara Korea Utara dan Rusia kemungkinan telah membantu Pyongyang meningkatkan kemampuan peluncuran roket luar angkasa, serta program militer lainnya.