Bagikan:

JAKARTA - Amorphophallus titanum Becc atau dikenal dengan bunga bangkai kembali mekar untuk yang ketujuh kali di Kebun Raya Cibodas, Cianjur, Jawa Barat.

Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Biosistematika dan Evolution Badan Riser Inovasi Nasional (BRIN), Destri, mengatakan bunga bangkai yang mekar saat ini merupakan indukan bunga bangkai dengan nomor 27.

“Induk tanaman tersebut dikoleksi oleh Almarhum R. Subekti Purwantoro, dan kawan-kawan pada 2000 dari Sungai Manau, Batang Suliti, Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, Sumatera Barat,” kata Destri di Kebun Raya Cibodas, Minggu 26 Mei, disitat Antara.

Tanaman yang memiliki bentuk perbungaan menjulang tinggi dengan tongkol atau spadiks yang dikelilingi oleh seludang bunga (spatha) yang saat mekar berwarna merah hati ini termasuk tanaman asli Indonesia endemik Sumatera. Tanaman ini selain memiliki aroma yang khas seperti bau bangkai, juga mempunyai perbungaan terbesar di dunia atau disebut sebagai the giant inflorescent in the world.

Tanaman ini, kata Destri, memiliki masa berbunga empat tahun sekali dengan tiga fase pertumbuhan, yaitu fase vegetatif (berdaun), generatif (berbunga), dan fase dorman (istirahat). Saat tanaman ini berbunga, keindahannya hanya bisa dinikmati selama tiga hingga lima hari.

“Hal tersebutlah yang menarik perhatian masyarakat untuk melihatnya,” ujar Destri.

Ia menyebutkan, bunga tersebut pertama kali mekar pada 2003 dengan tinggi perbungaan mencapai 2,7 meter. Kemudian pada 2007, bunga tersebut mekar kembali dengan ketinggian mencapai 3,17 meter.

Empat tahun setelahnya, kata Destri, pada 2011 kembali mekar mencapai tinggi 3,2 meter, pada tahun 2016 mencapai 3,735 meter, tahun 2017 mencapai 3,4 meter, dan tahun 2020 mencapai 3,52 meter.

“Tanaman bunga bangkai yang mekar saat ini diperkirakan sudah berumur 35 tahun,” ujarnya.

Menurut data hasil pemantauan unit pengelolaan koleksi ilmiah Kebun Raya Cibodas, Destri menyampaikan, tunas bunga yang saat ini mekarmulai teramati pada 28 Februari 2024.

“Bunga ini mekar sempurna tepat pada Sabtu (25 Mei) pukul 22.03 WIB, dengan tinggi spadik 340 sentimeter atau 3,40 meter dan lebar spatanya 159 sentimeter,” jelasnya.

Ia menyampaikan, pada 2016 tinggi bunga individu tanaman ini mencapai 3,735 meter. Namun setelah itu, tinggi bunganya belum ada yang mencapai 3,7 meter atau lebih.

Destri menyebut, ketika berbunga pada 2016 dan langsung berbunga lagi di 2017 di terjadi tanpa ada fase vegetatif. Sehingga, hal itu mempengaruhi cadangan makanan yang terdapat di umbi, karena ketika bunga bangkai sekali berbunga akan membutuhkan energi besar.

“Karenanya, tanaman ini butuh waktu untuk memasok cadangan energi di umbi. Hingga suatu saat nanti bisa kembali pada kondisi yang sama dengan tahun 2016 atau mungkin lebih,” kata Destri.

Tanaman yang termasuk dalam kategori spesies terancam punah berdasarkan penilaian dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) tahun 2018 ini pun dilindungi keberadaannya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999.