Bagikan:

JAKARTA  - Dipaksa meninggalkan rumahnya akibat serangan Israel di Gaza selama tujuh bulan, Salwa al-Masri tidak punya banyak harapan penderitaannya akan berakhir dengan keputusan Mahkamah Internasional (ICJ).

ICJ memerintahkan Israel untuk menghentikan serangannya di Rafah.

“Pembantaian semakin meningkat,” katanya, sambil memasak makanan di atas api terbuka di luar tenda di Deir al-Balah dilansir Reuters, Sabtu, 25 Mei.

“Mereka tidak boleh mengatakan satu hal, padahal tindakannya berbeda,” kata Masri, yang meninggalkan rumahnya di Gaza utara pada awal perang. “Kami ingin keputusan ini diterapkan di lapangan.”

Pejuang Hamas menewaskan sekitar 1.200 orang di Israel dalam serangan 7 Oktober dan menculik sekitar 250 orang lainnya, menurut penghitungan Israel.

Otoritas kesehatan Gaza mengatakan lebih dari 35.000 warga Palestina telah tewas dalam serangan balasan Israel yang menghancurkan sebagian besar wilayah kantong tersebut.

Israel menolak tuduhan Afrika Selatan yang menyebut mereka melakukan genosida terhadap warga Palestina dalam perang Gaza, dengan alasan mereka bertindak untuk membela diri dan melawan Hamas.

“Israel tidak peduli dengan dunia, mereka bertindak seolah-olah berada di atas hukum karena pemerintah AS melindungi mereka dari hukuman,” kata Shaban Abdel-Raouf, warga Palestina yang empat kali mengungsi akibat serangan Israel.

“Dunia belum siap untuk menghentikan pembantaian kami di tangan Israel,” kata Abdel-Raouf.

Israel mulai melakukan serangan ke Rafah awal bulan ini, dengan mengatakan mereka bertujuan untuk memusnahkan sisa pejuang Hamas yang bersembunyi di sana.

Serangan Israel secara serentak di wilayah utara dan selatan Gaza bulan ini telah menyebabkan eksodus baru ratusan ribu warga Palestina meninggalkan rumah mereka, dan memutus jalur akses utama bantuan, sehingga meningkatkan risiko kelaparan.