JAKARTA - Afrika Selatan mendesak pengadilan tinggi PBB pada Hari Kamis untuk memerintahkan Israel menghentikan semua aktivitas agresinya di Jalur Gaza, termasuk serangan di Rafah, untuk menjamin kelangsungan hidup rakyat Palestina.
Duta Besar Afrika Selatan untuk Belanda Vusimuzi Madonsela meminta hakim memerintahkan Israel untuk "segera, secara total dan tanpa syarat, menarik tentara Israel dari seluruh Jalur Gaza."
Sidang selama dua hari di Mahkamah Internasional (ICJ), yang juga dikenal sebagai Pengadilan Dunia, adalah bagian dari kasus yang diajukan oleh Afrika Selatan yang menuduh Israel melakukan genosida.
Tim hukum Afrika Selatan mengatakan kepada pengadilan, kampanye militer Israel telah menewaskan puluhan ribu anak-anak dan perempuan, menghancurkan infrastruktur sipil dan membuat penduduk kelaparan.
"Sejak awal, niat Israel adalah menghancurkan kehidupan orang-orang Palestina dan menghapusnya dari muka bumi. Rafah adalah pilihan terakhir," kata Tembeka Ngcukaitobi, salah satu tim kuasa hukum, melansir Reuters 17 Mei.
"Israel harus dihentikan. Afrika Selatan kembali hadir di hadapan Anda hari ini untuk dengan hormat meminta pengadilan menggunakan kekuasaannya, untuk memerintahkan penyelesaian yang akan menghentikan Israel," kata Adila Hassim, pengacara lain untuk Afrika Selatan.
Pekan lalu Afrika Selatan meminta tindakan darurat tambahan untuk melindungi Rafah, tempat lebih dari satu juta warga Palestina berlindung.
Afrika Selatan juga meminta pengadilan untuk memerintahkan Israel mengizinkan akses tanpa hambatan ke Gaza bagi para pejabat PBB, organisasi-organisasi yang memberikan bantuan kemanusiaan, jurnalis dan penyelidik.
Terpisah, Kementerian Luar Negeri Israel mengatakan di media sosial, "Klaim Afrika Selatan terdistorsi secara moral dan faktual" dan militer Israel mematuhi hukum internasional.
"Teroris Hamas menggunakan Afrika Selatan dalam upaya mereka untuk mengeksploitasi Mahkamah Internasional (ICJ)," katanya.
Operasi Israel Defense Forces terhadap Hamas di Gaza "dilakukan sambil menerapkan langkah-langkah untuk meminimalkan kerugian terhadap warga sipil dan fasilitas sipil, bersamaan dengan berlanjutnya transfer bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza," kata kementerian, meminta hakim untuk menolak permintaan Afrika Selatan.
Israel mengatakan mereka perlu melenyapkan Hamas demi perlindungan mereka sendiri dan dalam pengajuan sebelumnya ke ICJ, Israel menekankan bahwa mereka telah meningkatkan upaya untuk memasukkan bantuan kemanusiaan ke Gaza seperti yang diperintahkan pengadilan.
Pengacara Afrika Selatan Max du Plessis mengatakan zona kemanusiaan yang diumumkan Israel, wilayah yang diperintahkan Israel untuk menghindari operasi militer, adalah “distorsi yang kejam” karena orang-orang sering kali terlalu kelaparan untuk melarikan diri. Mereka yang cukup kuat untuk mengungsi ke tempat perlindungan terkadang diserang oleh pasukan Israel.
"Tidak ada yang bersifat kemanusiaan di zona kemanusiaan ini," katanya.
"Genosida Israel terhadap warga Palestina terus berlanjut melalui serangan militer dan kelaparan yang disebabkan oleh manusia," lanjutnya.
Israel sendiri akan memberikan tanggapan di pengadilan pada Hari Jumat ini.
Pada Bulan Januari, pengadilan memerintahkan Israel untuk memastikan pasukannya tidak melakukan tindakan genosida terhadap warga Palestina di Gaza, mengizinkan lebih banyak bantuan kemanusiaan dan menyimpan bukti pelanggaran.
Diketahui, sedikitnya 35.272 warga Palestina tewas akibat serangan Israel yang telah berlangsung selama tujuh bulan di Jalur Gaza, kata pejabat kesehatan di wilayah kantong tersebut pada Hari Kamis.
BACA JUGA:
Perang pecah ketika militan Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober, menewaskan 1.200 orang dan menculik 253 lainnya. Dari jumlah tersebut, 133 orang diyakini masih ditahan di Gaza, menurut penghitungan Israel.
Sidang minggu ini hanya akan fokus pada tindakan darurat dan kemungkinan akan memakan waktu bertahun-tahun sebelum pengadilan dapat memutuskan tuduhan yang mendasari genosida.
Putusan dan perintah ICJ bersifat mengikat dan tidak dapat diajukan banding. Meskipun pengadilan tidak mempunyai cara untuk menegakkannya, perintah yang dijatuhkan terhadap suatu negara dapat merusak reputasi internasional negara tersebut dan menjadi preseden hukum.