Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada pihak yang mendapat keuntungan dengan cara melawan hukum saat proses pengadaan alat kelengkapan rumah dinas anggota DPR.

“Dikonfirmasi dugaan adanya pihak vendor yang mendapatkan keuntungan secara melawan hukum dalam pengadaan barang dan jasa,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan melalui keterangan tertulisnya, Kamis, 16 Mei.

Belum dirinci Ali soal berapa keuntungan yang didapat para vendor melalui praktik lancung itu. Begitu juga dengan cara yang digunakan.

Dalam pemeriksaan pada Rabu, 15 Mei, Indra Iskandar juga dikonfirmasi penyidik soal jabatan dan tugasnya.

Sementara itu, Indra Iskandar mengaku sudah memberikan keterangan terkait dugaan korupsi yang sedang diusut KPK. Pernyataan ini disampaikannya setelah diperiksa penyidik selama sekitar dua jam.

 .

“Intinya sudah saya sampaikan semua tentang pengetahuan saya. Tentang fakta-fakta yang saya ketahui sudah saya sampaikan,” tegasnya kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.

Dia yakin KPK akan mengusut dugaan korupsi ini secara profesional. Indra juga tak mau membeberkan lebih lanjut soal kasus ini, termasuk soal penggeledahan di kantornya beberapa waktu lalu.

Diberitakan sebelumnya, KPK mengungkap sedang mengusut dugaan korupsi di Setjen DPR berkaitan dengan pengadaan kelengkapan furniture atau perabotan di rumah dinas anggota parlemen. Diduga pengisian ruang tamu hingga kamar tidur dicurangi.

Total ada tujuh orang sudah dicegah ke luar negeri dalam kasus ini. Dari informasi yang dihimpun, mereka adalah Sekjen DPR Indra Iskandar; Kepala Bagian Pengelolaan Rumjab DPR RI Hiphi Hidupati; Dirut PT Daya Indah Dinamika, Tanti Nugroho; dan Direktur PT Dwitunggal Bangun Persada, Juanda Hasurungan Sidabutar.

Kemudian turut dicegah juga adalah Direktur Operasional PT Avantgarde Production, Kibun Roni; Project Manager PT Integra Indocabinet, Andrias Catur Prasetya; dan Edwin Budiman yang merupakan swasta.

Modus yang terjadi dalam kasus ini adalah pelanggaran beberapa ketentuan terkait pengadaan barang dan jasa dan penggelembungan anggaran atau mark-up. Rumah dinas yang pengisiannya dikorupsi diduga terletak di Kalibata dan Ulujami, Jakarta Selatan.